Pages

http://ariefmuliadi30.blogspot.com/. Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 20 September 2012

AKUTANSI SYARI’AH II (MUDHARABAH, MUSYARAKAH DAN WADI’AH)


PENDAHULUAN
            Akad berasal dari bahasa Arab ‘aqada artinya mengikat atau mengokohkan. Secara bahasa pengertiannya adalah ikatan, mengikat. Dikatakan ikatan (al-rabath) maksudnya adalah menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan  salah satunya pada yang lainnya, hingga keduanya bersambung dan menjadi seperti seutas tali yang satu.
            Dalam Al-Qur’an kata al-aqdu terdapat pada surat Al-Maidah ayat 1, bahwa manusia diminta untuk memenuhi akadnya. Menurut Gemala Dewi S.H. beliau mengutip pendapat Fathurrahman Djamil, istilah al-aqdu dapat disamakan dengan istilah verbentenis dalam KUH Perdata.
            Menurut Fiqh Islam akad berarti perikatan, perjanjian dan permufakatan (ittifaq). Dalam kaitan ini peranan Ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan Qabul (pernyataan menerima ikatan) sangat berpengaruh pada objek perikatannya, apabila ijab dan qabul sesuai dengan ketentuan syari’ah, maka munculah segala akibat hukum dari akad yang disepakati tersebut.
            Menurut Musthafa Az-Zarka suatu akad merupakan ikatan secara hukum yang dilakukan oleh dua atau beberapa pihak yang sama-sama berkeinginan mengikatkan dirinya. Kehendak tersebut sifatnya tersembunyi dalam hati, oleh karena itu menyatakannya masing-masing harus mengungkapkan dalam suatu pernyataan yang disebut Ijab dan Qabul.
            Syarat umum yang harus dipenuhi suatu akad menurut ulama fiqh antara lain, pihak-pihak yang melakukan akad telah cakap bertindak hukum, objek akad harus ada dan dapat diserahkan ketika akad berlangsung, akad dan objek akadnya tidak dilarang syara’, ada manfaatnya, ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis dan tujuan akad harus jelas dan diakui syara’.
            Karena itulah ulama fiqh menetapkan apabila akad telah memenuhi rukun dan syarat mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak-pihak yang melakukan akad. Hal ini sejalan dengan Firman Allah SWT.  Dalam surat Al-Maidah ayat 5 yang artinya “ Hai orang-orang beriman, penuhilah akad-akad itu.
            Dalam makalah ini, penulis akan menjabarkan beberapa jenis akad dalam pembiayaan di perbankan syariah, yaitu akad mudharabah, musyarakah, dan Wadi’ah.
            Dengan tulisan ini diharapkan mampu memberikan pemahaman yang baik dan terarah guna mewujudkan penerapan syariah Islam secara kaffah di industri perbankan syariah di lingkungan kita sendiri maupun di Indonesia tercinta.


PEMBAHASAN

1.                  MUDHARABAH

1.1.Pengertian
Dibawah ini adalah beberapa pengertian mudharabah dari beberapa sumber yang digunakan sebagai acuan, yaitu:
Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Dan secara tehnis, mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shohibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak kedua menjadi pengelola. Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian si pengelola. Jika kerugian akibat dari kelalaian pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pengelola dana.
Mudharabah yaitu akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (malik, shahib al-mal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (‘amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.

1.2.Landasan Syariah
·      Al-Qur’an
tbrãyz#uäur tbqç/ÎŽôØtƒ Îû ÇÚöF{$# tbqäótGö6tƒ `ÏB È@ôÒsù «!$#  
“…dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah…” (al-Muzzammil: 20)

}§øŠs9 öNà6øn=tã îy$oYã_ br& (#qäótGö;s? WxôÒsù `ÏiB öNà6În/§ 4
“tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu…” (al-Baqarah: 198)

·      Al-Hadist
“Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau membenarkannya” (HR. Thabrani dari Ibnu Abbas).
1.3.Rukun Dan Syarat Pembiayaan
Dibawah ini adalah beberapa rukun dan syarat dalam pembiayaan mudharabah yang dimuat dalam fatwa DSN no. 7 tentang mudharabah.
1.      Penyedia dana (shahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.
2.      Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a.       Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
b.      Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c.       Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
3.      Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:
a.       Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
b.      Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
c.       Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
4.      Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:
a.       Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak.
b.      Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk persentase (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
c.       Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
5.      Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut:
a.       Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
b.      Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
c.       Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari’ah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu.


1.4.Jenis Mudharabah
Secara umum mudharabah terdiri dari dua jenis, yaitu:

1.      Mudharabah muthlaqah
adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya.
2.      Mudharabah muqayyadah
adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana, antara lain mengenai tempat, cara dan atau obyek investasi.
Seiring dengan perkembangannya,
            Ada satu jenis mudharabah lagi yaitu “Mudharabah Musytarakah”. Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah dimana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerjasama investasi.

1.5.Mekanisme Pembiayaan
Pada sisi pembiayaan, akad mudharabah biasanya diterapkan pada dua hal, yaitu:
1.      Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa
2.      Investasi khusus, yang disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal


2.                  MUSYARAKAH

2.1.Pengertian
Dibawah ini adalah beberapa pengertian musyarakah dari beberapa sumber yang digunakan sebagai acuan, yaitu:
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan risiko berdasarkan porsi kontribusi dana.
Musyarakah yaitu pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

2.2.Landasan Syariah
·         Al-Qur’an
ôMßgsù âä!%Ÿ2uŽà° Îû Ï]è=W9$# 4
“…Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga…” (an-Nisa’: 12)

¨bÎ)ur #ZŽÏVx. z`ÏiB Ïä!$sÜn=èƒø:$# Éóö6us9 öNåkÝÕ÷èt/ 4n?tã CÙ÷èt/ žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$#
“…Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh…” (Shaad: 24)

·         Al-Hadist
“Allah swt. berfirman: ‘Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah).

2.3.Rukun dan syarat pembiayaan
Dibawah ini adalah beberapa rukun dan syarat dalam pembiayaan musyarakah yang dimuat dalam fatwa DSN no. 8 tentang musyarakah.
1.      Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a.       Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
b.      Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c.       Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
2.      Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut:
a.       Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
b.      Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil.
c.       Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
d.      Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
e.       Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
3.      Obyek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)
a.       Modal
·         Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya sama. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti barang-barang, properti, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra.
·         Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan.
·         Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.
b.      Kerja
·         Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah; akan tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.
·         Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.
c.       Keuntungan
·         Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah.
·         Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra.
·         Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau prosentase itu diberikan kepadanya.
·         Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.
d.      Kerugian
Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut saham masing-masing dalam modal.
4.      Biaya Operasional dan Persengketaan
a.       Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.
b.      Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

2.4.Jenis Musyarakah
Secara umum, musyarakah terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
1.      Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad. Maksud dari musyarakah permanen adalah syirkah uqud yang terbagi menjadi empat jenis, yaitu:
a.       Inan, yaitu Usaha bersama (kongsi) dimana modal dan keahlian yang diberikan tidak sama
b.      Mufawadhah, yaitu Usaha bersama dimana modal dan keahlian yang diberikan sama jumlah dan kualitasnya
c.       Abdan, yaitu Usaha bersama dimana modal yang diberikan adalah keahlian/ tenaga
d.      Wujuh, yaitu Usaha bersama dimana modal yang diberikan adalah nama baik
2.      Musyarakah menurun (musyarakah mutanaqisha) adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana entitas akan dialihkan secara bertahap kepada mitra sehingga bagian dana entitas akan menurun dan pada akhir masa akad mitra akan menjadi pemilik penuh usaha tersebut

2.5.Mekanisme pembiayaan
Pada sisi pembiayaan, akad musyarakah dapat diterapkan pada beberapa hal, diantaranya adalah:
1.      Musyarakah permanen
a.       Pembiayaan proyek
b.      Modal ventura
2.      Musyarakah Mutanaqisah
a.       Pembiayaan real estate


3.                  WADI’AH

3.1.Pengertian
      Dalam tradisi fiqih islam, prinsip titipan/simpanan dikenal dengan prinsip wadi’ah. Al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang dijaga dan dikembalikan saja si penitip menghendaki.
      Maknanya adalah perjanjian antara pemilik barang (termasuk uang), dimana pihak penyimpan bersedia menyimpan bersedia menyimpan dan menjaga keselamatan barang yang dititipkan kepadanya.

3.2.Landasan Syariah

·         Al-Qur’an
* ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù'tƒ br& (#rŠxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sŒÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $­KÏèÏR /ä3ÝàÏètƒ ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿxœ #ZŽÅÁt/ ÇÎÑÈ  

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.

·         Al-Hadist
عن ابى هريرة قال : قال النبى صرم ادالامانة الى من ائتمنك ولا تخن من خنك
Artinya : Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Sampaikanlah (tunaikanlah) amanat kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas berkhianat kepada orang yang telah menghianatimu.

3.3. Rukun dan syarat wadi’ah
ü         . Rukun Wadi’ah
1. Orang yang berakad, yaitu :
Ø Pemilik barang / penitip (muwadi’)
Ø Pihak yang menyimpan / dititipi (mustauda’)
2. Barang / uang yang dititipkan (wadi’ah)
3. Ijab qobul / kata sepakat (sighot)

ü         Syarat Wadi’ah
1. Orang yang berakad harus :
Ø Baligh
Ø Berakal
Ø Cerdas
2. Barang titipan harus :
Ø Jelas (diketahui jenias / indentitasnya)
Ø Dapat di pegang
Ø Dapat dikuasai untuk di pelihara

3.4.Jenis Wadi’ah
1. Yad Adh-Dhamanah
Yaitu akad penitipan barang / uang, dimana pihak penerimaan titipan dapat memanfaatkannya dan harus bertanggung jawab atas kerusakan dan kehilangan.
2. Yad Al-Amanah
Yaitu : titipan murni, yang artinya orang yang diminta untuk menjaga barang titipan diberikan amanat atau kepercayaan untuk menjaga barang tersebut dari segala hal yang dapat merusaknya.
Perbedaan :
1. Yad Adh-Dhamanah
Ø Obyek boleh dimanfaatkan
Ø Kerusakan ditanggung pengguna
Ø Biaya perawatan ditanggung pengguna
2. Yad Al-Amanah
Ø Obyek tidak boleh dimanfaatkan
Ø Krusakan ditanggung oleh pemilik
Ø Biaya perawatan ditanggung pemilik

3.5.Menejemen pembiayaan
Bank sebagai penerima simpanan dapat memanfaatkan wadi’ah untuk tujuan :
Ø Giri
Ø Tabungan
Sebagai konsekuen dari yad-Adh Dhamanah, semua keuntungan dihasilkan dari dana titipan tersebut menjadi milik bank (juga menanggung seluruh kemungkinan kerugian), sedangkan si penyimpan mendapat imbalan jaminan keamanan terhadap barangnya dan juga bank tidak dilarang memberikan bonus yang merupakan kebijakan dari manajemen bank.
               Dalam perbankan modern yang penuh dengan kompetensi, insentif atau bonus semacam ini dijadikan sebagai banking policy untuk merangsang semangat menabung yang sebagai indicator kesehatan bank.





















DAFTAR PUSTAKA



Al-Qur’an Al-Karim.
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani Press.
DSN. Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) no. 5, 7, 8.
IAI. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no. 103, 105, 106.
Karim, Adiwarman. 2002. Ekonomi Mikro Islami. Jakarta: The International Institute of Islamic Thought Indonesia.