Pages

http://ariefmuliadi30.blogspot.com/. Diberdayakan oleh Blogger.

Minggu, 17 Juni 2012

Nilai Produksi Dalam Islam



Ekonomi Mikro Islam
Nilai-nilai produksi dalam islam

Menepati Janji dan Kontrak
            Sesuatu yang dilakukan, dikatakan, dan diberi tindakan lanjutan dari apa yang telah terjadi bahwasanya dalam membuat suatu barang atau menghasilkan barang setengah jadi dan barang jadi harus sesuai dengan akad yang telah disepakati. Untuk memproduksi suatu barang harus melihat kondisi barang yang dihasilkan, apakah sesuai dengan yang diminta konsumen atau tidak. Dan semuanya itu juga harus ada sebuah kontrak kerja atau kontrak perjanjian yang mengawali suatu barang yang nantinya kan dihasilkan. Tidak ada kecurang pada saat kontrak atau setelah barang dihasilkan.
Nilai kejujuran dalam proses produksivitas harus dimunculkan pada para pelaku produksi. Kejujuran adalah dasar pokok dalam melakukan produktivitas karena sifat inilah yang dalam islam harus ada suatu transaksi dan perjanjian kontrak kerja atas barang yang akan diproduksi. Apabila tingkat kebutuhan masyarakat atas suatu barang tertentu meningkat, maka produksi akan barang tertentu juga ikut meningkat dengan landasan sesuai yang dibutuhkan masyarakat saja.
Sama halnya dengan menepati sebuah janji yang telah diikrarkan kepada orang lain. Jujur menjadi sebuah acuan atau tolak ukur apakah janji itu dapat ditepati atau tidak.
Memenuhi takaran, ketepatan, kelugasan, dan kebenaran
            Tidak mendzalimi barang yang telah dihasilkan, yakni membuat suatu barang yang secukupnya tidak melebihi batas sehingga barang yang dihasilkan tidak terpakai atau mubadzir bahkan akan dibuang. Dalam islam hal itu harus ada pengawasan tersendiri melalui kesadaran diri sendiri dan kepedulian terhadap orang yang membutuhkan bukan orang yang berhasrat untuk menginginkan produk tersebut.
            Dalam produksi, barang pun tidak hanya menghasilkan barang tetapi harus sesuai dengan perbandingan antara harga  barang yang ditawarkan dengan kuantitas yang diberikan. Takaran tersebut harus mencapai tingkat mashlahah produksi yang sesuai, tidak melebih-lebihkan atau menguranginya. Karena hal tersebut dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.
            Tidak semestinya, apabila menghasilkan barang jadi menggunakan bahan yang dalam takarannya sedikit dikurangi tetapi saat membeli bahan produksi dengan takaran yang lebih. Mungkin sikap produksi seperti inilah yang harus diubah dan meluruskan dengan berpedoman pada al-qur’an dan as sunnah
Adil dalam bertransaksi
            Konteks adil yang ada pada nilai islam dalam produksi dapat dijabarkan dengan memberlakukan barang hasil produksi dengan selayaknya. Pada produksi paham benar tentang menghasilkan suatu barang tapi belum tentu barang yang dihasilkan sesuai dengan transaksi yang ada dalam islam secara khusus. Menjadikan barang yang dihasilkan itu sebagai kebutuhan yang semestinya agar dapat mencakup di berbagai kalangan masyarakat bukun hanya dikalangan menengah ke atas.
            Sama halnya dengan transaksi jual beli antara penjual dan pembeli, dalam produksi pun juga ada nilai suka sama suka apabila barang itu akan dhasilkan. Yang membedakan adalah nilai yang barang yang harus dipertanggung jawabkan oleh produsen atas barang yang diproduksinya, apakah sesuai atau belum sesuai.
Mengikuti syarat sah dan rukun akad
            Di dalam menghasilkan suatu barang yang dibutuhkan oleh semua kalangan masyarakat menjadi sebuah syarat sah atas segala hal yang berhubungan dengan produksi barang tersebut. Sebelum akad terjadi dalam proses produksi secara syari’ah, semua pihak yang bersangkutan dalam proses produksi harus mengikuti aturan sahnya akad. Tidak diperkenankan meninggalkannya karena akan mempengaruhi halal dan tidaknya suatu barang yang akan diproduksi. Nilai ini juga melibatkan pihak-pihak yang akan melakukan akad dan semuanya sesuai dengan ketentuan yang telah di atur dalam syariat.
            Untuk itulah syarat dalam sebuah akad harus dibentuk serta dijalankan sebagaimana mestinya.setelah semua syarat akad terpenuhi masih terdapat kewajiban lain yakni saat akad itu dijalankan, sudah tentu secara syar’i. Semua hal ini adalah suatu proses agar akad tersebut dapat terlaksanakan dengan penuh rasa ikhlas dan ihsan.
            Dan keduanya tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Perpaduan inilah yang membuat sebuah akad menjadi lebih bernilai dalam pandangan islam.
Menghindari jenis dan proses produksi yang diharamkan dalam islam
            Tidak mendekati hal-hal yang dalam ketentuan islam sudah pasti bahwa itu diharamkan baik pengelolaan, pembentukan, dan pelaksanaannya. Pada konteks ini islam sudah memberi batasan-batasan yang sesuai menyangkut berbagai hal, seperti pencampuran barang haram ke dalam barang produksi dan menggantikan bahan produksi halal dengan yang haram karena berbagai faktor pendukungnya. Semuanya itu dapat terjadi apabila pelaku-pelaku produksi barang (produsen dan pekerja) tidak menempatkan dengan hati-hati.
            Penentuan akan barang yang akan diproduksi menjadi suatu pilihan dalam mengelola barang agar menjadi barang yang bermanfaat dan memberikan keuntungan yang besar tanpa merugikan orang lain. Perlu dipikirkan kembali dampak yang akan terjadi dalam memproduksi barang tertentu. Memperhitungkan antara hal-hal yang berkaitan dengan jenis barang dan proses pembuatan barang tersebut.
Pembayaran upah tepat waktu dan layak
            Bahwa membayar upah yang telah ditetapkan produsen kepada pekerjanya harus diberikan sesuai kesepakatan. Karena apabila pemberian upah tidak diberikan kepada pekerja yang telah berusah membuat bahan mentah menjadi barang setengah jadi dan menghasilkan barang setengah jadi menjadi barang jadi yang langsung dapat digunakan. Dan jerihpayah itu harus ditutup dengan pemberian upah yang tepat waktu dan adil dalam takaran upah yang diterima agar para pekerja penjadi bersemangat kembali dalam menghasilkan barang-barang yang berkualitas serta produktif.
            Ketepatan dalam memberikan upah tersebut juga memberikan nilai tambah atas barang yang dihasilkan, yakni menepati janji yang ada, memberikan rasa rahmat atas barang yang telah dihasilkan dan kesejahteraan pun akan tercipta pada pelaku produksi. Disini adanya unsur timbal balik yang syariat, unsur yang saling membutuhkan dan mempererat tali persaudaraan antar umat.

0 komentar:

Posting Komentar