PENDAHULUAN
Akad
berasal dari bahasa Arab ‘aqada
artinya mengikat atau mengokohkan. Secara bahasa pengertiannya adalah ikatan,
mengikat. Dikatakan ikatan (al-rabath) maksudnya adalah menghimpun atau
mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah satunya pada yang
lainnya, hingga keduanya bersambung dan menjadi seperti seutas tali yang satu.
Dalam
Al-Qur’an kata al-aqdu terdapat
pada surat Al-Maidah ayat 1, bahwa manusia diminta untuk memenuhi akadnya.
Menurut Gemala Dewi S.H. beliau mengutip pendapat Fathurrahman Djamil, istilah al-aqdu dapat disamakan dengan
istilah verbentenis dalam KUH
Perdata.
Menurut
Fiqh Islam akad berarti perikatan, perjanjian dan permufakatan (ittifaq). Dalam kaitan ini peranan Ijab (pernyataan melakukan ikatan)
dan Qabul (pernyataan menerima
ikatan) sangat berpengaruh pada objek perikatannya, apabila ijab dan qabul
sesuai dengan ketentuan syari’ah, maka munculah segala akibat hukum dari akad
yang disepakati tersebut.
Menurut
Musthafa Az-Zarka suatu akad merupakan ikatan secara hukum yang dilakukan oleh
dua atau beberapa pihak yang sama-sama berkeinginan mengikatkan dirinya.
Kehendak tersebut sifatnya tersembunyi dalam hati, oleh karena itu
menyatakannya masing-masing harus mengungkapkan dalam suatu pernyataan yang
disebut Ijab dan Qabul.
Syarat
umum yang harus dipenuhi suatu akad menurut ulama fiqh antara lain, pihak-pihak
yang melakukan akad telah cakap bertindak hukum, objek akad harus ada dan dapat
diserahkan ketika akad berlangsung, akad dan objek akadnya tidak dilarang
syara’, ada manfaatnya, ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis dan tujuan
akad harus jelas dan diakui syara’.
Karena
itulah ulama fiqh menetapkan apabila akad telah memenuhi rukun dan syarat
mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak-pihak yang melakukan akad. Hal ini
sejalan dengan Firman Allah SWT. Dalam surat Al-Maidah ayat 5 yang
artinya “ Hai orang-orang beriman,
penuhilah akad-akad itu.
Dalam makalah ini, penulis akan menjabarkan
beberapa jenis akad dalam pembiayaan di perbankan syariah, yaitu akad mudharabah,
musyarakah, dan Wadi’ah.
Dengan
tulisan ini diharapkan mampu memberikan pemahaman yang baik dan terarah guna
mewujudkan penerapan syariah Islam secara kaffah di industri perbankan syariah di lingkungan kita sendiri
maupun di Indonesia tercinta.
PEMBAHASAN
1.
MUDHARABAH
1.1.Pengertian
Dibawah ini adalah beberapa pengertian mudharabah dari beberapa
sumber yang digunakan sebagai acuan, yaitu:
Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau
berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam
menjalankan usaha. Dan secara tehnis, mudharabah adalah akad kerjasama usaha
antara dua pihak dimana pihak pertama (shohibul
maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak kedua menjadi
pengelola. Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam
kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian
itu bukan akibat dari kelalaian si pengelola. Jika kerugian akibat dari
kelalaian pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian
tersebut.
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua
pihak dimana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan
pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha
dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya
ditanggung oleh pengelola dana.
Mudharabah yaitu akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak di
mana pihak pertama (malik, shahib al-mal, LKS) menyediakan
seluruh modal, sedang pihak kedua (‘amil,
mudharib, nasabah) bertindak
selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.
1.2.Landasan Syariah
· Al-Qur’an
tbrãyz#uäur tbqç/ÎôØt Îû ÇÚöF{$# tbqäótGö6t `ÏB È@ôÒsù «!$#
“…dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian
karunia Allah…” (al-Muzzammil: 20)
}§øs9 öNà6øn=tã îy$oYã_ br& (#qäótGö;s? WxôÒsù `ÏiB öNà6În/§ 4
“tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil
perniagaan) dari Tuhanmu…” (al-Baqarah: 198)
· Al-Hadist
“Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta
sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak
menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu
dilanggar, ia (mudharib) harus
menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar
Rasulullah, beliau membenarkannya” (HR. Thabrani dari Ibnu Abbas).
1.3.Rukun Dan Syarat Pembiayaan
Dibawah ini adalah beberapa rukun dan syarat dalam pembiayaan
mudharabah yang dimuat dalam fatwa DSN no. 7 tentang mudharabah.
1.
Penyedia dana (shahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.
2.
Pernyataan ijab
dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka
dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a.
Penawaran dan
penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
b.
Penerimaan dari
penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c.
Akad dituangkan
secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara
komunikasi modern.
3.
Modal ialah
sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan
syarat sebagai berikut:
a.
Modal harus
diketahui jumlah dan jenisnya.
b.
Modal dapat
berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk
aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
c.
Modal tidak
dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara
bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
4.
Keuntungan
mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat
keuntungan berikut ini harus dipenuhi:
a.
Harus
diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu
pihak.
b.
Bagian
keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada
waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk persentase (nisbah) dari
keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
c.
Penyedia dana
menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh
menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja,
kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
5.
Kegiatan usaha
oleh pengelola (mudharib),
sebagai perimbangan (muqabil)
modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut:
a.
Kegiatan usaha
adalah hak eksklusif mudharib,
tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan
pengawasan.
b.
Penyedia dana
tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat
menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
c.
Pengelola tidak
boleh menyalahi hukum Syari’ah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan
mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu.
1.4.Jenis Mudharabah
Secara umum mudharabah terdiri dari dua jenis, yaitu:
1.
Mudharabah muthlaqah
adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan
kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya.
2.
Mudharabah muqayyadah
adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan
batasan kepada pengelola dana, antara lain mengenai tempat, cara dan atau obyek
investasi.
Seiring dengan perkembangannya,
Ada satu jenis mudharabah lagi yaitu “Mudharabah Musytarakah”. Mudharabah
musytarakah adalah bentuk mudharabah dimana pengelola dana menyertakan modal
atau dananya dalam kerjasama investasi.
1.5.Mekanisme Pembiayaan
Pada sisi pembiayaan, akad mudharabah biasanya diterapkan pada dua
hal, yaitu:
1.
Pembiayaan
modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa
2.
Investasi
khusus, yang disebut juga mudharabah
muqayyadah, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus
dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal
2.
MUSYARAKAH
2.1.Pengertian
Dibawah ini adalah beberapa pengertian musyarakah dari beberapa
sumber yang digunakan sebagai acuan, yaitu:
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan
risiko berdasarkan porsi kontribusi dana.
Musyarakah yaitu pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua
pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
2.2.Landasan Syariah
·
Al-Qur’an
ôMßgsù âä!%2uà° Îû Ï]è=W9$# 4
“…Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga…” (an-Nisa’:
12)
¨bÎ)ur #ZÏVx. z`ÏiB Ïä!$sÜn=èø:$# Éóö6us9 öNåkÝÕ÷èt/ 4n?tã CÙ÷èt/ wÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$#
“…Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat
itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh…” (Shaad: 24)
·
Al-Hadist
“Allah swt. berfirman: ‘Aku adalah pihak ketiga
dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati
pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.”
(HR.
Abu Daud, yang dishahihkan oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah).
2.3.Rukun dan syarat pembiayaan
Dibawah ini adalah beberapa rukun dan syarat dalam pembiayaan
musyarakah yang dimuat dalam fatwa DSN no. 8 tentang musyarakah.
1.
Pernyataan ijab
dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka
dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a.
Penawaran dan
penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
b.
Penerimaan dari
penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c.
Akad dituangkan
secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara
komunikasi modern.
2.
Pihak-pihak
yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut:
a.
Kompeten dalam
memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
b.
Setiap mitra
harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja
sebagai wakil.
c.
Setiap mitra
memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
d.
Setiap mitra
memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing
dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan
memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan
yang disengaja.
e.
Seorang mitra
tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk
kepentingannya sendiri.
3.
Obyek akad
(modal, kerja, keuntungan dan kerugian)
a.
Modal
·
Modal yang
diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya sama. Modal dapat
terdiri dari aset perdagangan, seperti barang-barang, properti, dan sebagainya.
Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan
disepakati oleh para mitra.
·
Para pihak
tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal
musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan.
·
Pada
prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk
menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.
b.
Kerja
·
Partisipasi
para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah; akan tetapi,
kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh
melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh
menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.
·
Setiap mitra
melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya.
Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.
c.
Keuntungan
·
Keuntungan
harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa
pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah.
·
Setiap
keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh
keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi
seorang mitra.
·
Seorang mitra
boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan
atau prosentase itu diberikan kepadanya.
·
Sistem
pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.
d.
Kerugian
Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional
menurut saham masing-masing dalam modal.
4.
Biaya Operasional
dan Persengketaan
a.
Biaya
operasional dibebankan pada modal bersama.
b.
Jika salah satu
pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara
para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2.4.Jenis Musyarakah
Secara umum, musyarakah terbagi menjadi dua jenis,
yaitu:
1. Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan
ketentuan bagian dana setiap mitra ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap
hingga akhir masa akad. Maksud dari musyarakah permanen adalah syirkah uqud
yang terbagi menjadi empat jenis, yaitu:
a. Inan, yaitu Usaha bersama (kongsi) dimana modal dan
keahlian yang diberikan tidak sama
b. Mufawadhah, yaitu Usaha bersama dimana modal dan keahlian yang
diberikan sama jumlah dan kualitasnya
c. Abdan, yaitu Usaha bersama dimana modal yang diberikan
adalah keahlian/ tenaga
d. Wujuh, yaitu Usaha bersama dimana modal yang diberikan
adalah nama baik
2. Musyarakah menurun (musyarakah mutanaqisha) adalah musyarakah dengan ketentuan
bagian dana entitas akan dialihkan secara bertahap kepada mitra sehingga bagian
dana entitas akan menurun dan pada akhir masa akad mitra akan menjadi pemilik
penuh usaha tersebut
2.5.Mekanisme pembiayaan
Pada sisi pembiayaan, akad musyarakah dapat diterapkan pada
beberapa hal, diantaranya adalah:
1.
Musyarakah
permanen
a.
Pembiayaan
proyek
b.
Modal ventura
2.
Musyarakah
Mutanaqisah
a.
Pembiayaan real
estate
3.
WADI’AH
3.1.Pengertian
Dalam tradisi fiqih islam, prinsip
titipan/simpanan dikenal dengan prinsip wadi’ah. Al-wadi’ah dapat diartikan
sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan
hukum, yang dijaga dan dikembalikan saja si penitip menghendaki.
Maknanya
adalah perjanjian antara pemilik barang (termasuk uang), dimana pihak penyimpan
bersedia menyimpan bersedia menyimpan dan menjaga keselamatan barang yang
dititipkan kepadanya.
3.2.Landasan Syariah
·
Al-Qur’an
* ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù't br& (#rxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $KÏèÏR /ä3ÝàÏèt ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿx #ZÅÁt/ ÇÎÑÈ
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
mendengar lagi Maha Melihat.
·
Al-Hadist
عن
ابى هريرة قال : قال النبى صرم ادالامانة الى من ائتمنك ولا تخن من خنك
Artinya
: Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Sampaikanlah
(tunaikanlah) amanat kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas
berkhianat kepada orang yang telah menghianatimu.
3.3. Rukun dan syarat wadi’ah
ü
. Rukun Wadi’ah
1.
Orang yang berakad, yaitu :
Ø
Pemilik barang / penitip (muwadi’)
Ø
Pihak yang menyimpan / dititipi (mustauda’)
2.
Barang / uang yang dititipkan (wadi’ah)
3.
Ijab qobul / kata sepakat (sighot)
ü
Syarat Wadi’ah
1.
Orang yang berakad harus :
Ø
Baligh
Ø
Berakal
Ø
Cerdas
2.
Barang titipan harus :
Ø
Jelas (diketahui jenias / indentitasnya)
Ø
Dapat di pegang
Ø
Dapat dikuasai untuk di pelihara
3.4.Jenis Wadi’ah
1. Yad Adh-Dhamanah
Yaitu akad penitipan barang / uang, dimana
pihak penerimaan titipan dapat memanfaatkannya dan harus bertanggung jawab atas
kerusakan dan kehilangan.
2. Yad Al-Amanah
Yaitu : titipan murni, yang artinya
orang yang diminta untuk menjaga barang titipan diberikan amanat atau kepercayaan
untuk menjaga barang tersebut dari segala hal yang dapat merusaknya.
Perbedaan :
1.
Yad Adh-Dhamanah
Ø
Obyek boleh dimanfaatkan
Ø
Kerusakan ditanggung pengguna
Ø
Biaya perawatan ditanggung pengguna
2.
Yad Al-Amanah
Ø
Obyek tidak boleh dimanfaatkan
Ø
Krusakan ditanggung oleh pemilik
Ø
Biaya perawatan ditanggung pemilik
3.5.Menejemen pembiayaan
Bank
sebagai penerima simpanan dapat memanfaatkan wadi’ah untuk tujuan :
Ø
Giri
Ø
Tabungan
Sebagai
konsekuen dari yad-Adh Dhamanah, semua keuntungan dihasilkan dari dana titipan
tersebut menjadi milik bank (juga menanggung seluruh kemungkinan kerugian),
sedangkan si penyimpan mendapat imbalan jaminan keamanan terhadap barangnya dan
juga bank tidak dilarang memberikan bonus yang merupakan kebijakan dari
manajemen bank.
Dalam perbankan modern yang penuh
dengan kompetensi, insentif atau bonus semacam ini dijadikan sebagai banking
policy untuk merangsang semangat menabung yang sebagai indicator kesehatan bank.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an
Al-Karim.
Antonio,
Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah
dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani Press.
DSN. Fatwa
Dewan Syariah Nasional (DSN) no. 5, 7, 8.
IAI. Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no. 103, 105, 106.
Karim,
Adiwarman. 2002. Ekonomi Mikro Islami.
Jakarta: The International Institute of Islamic Thought Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar