Pages

http://ariefmuliadi30.blogspot.com/. Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 16 April 2013

Fiqih Kontemporer


BAB I
PENDAHULUAN

Telah mapannya system pemikiran barat (hukum positif) di mayoritas negeri muslim secara faktual lebih mudah diterima dan diamalkan apa lagi sangat didukung oleh kekuatan yang bersifat structural maupun kultural, namun masyarakat islam dalam penerimaan konsepsi barat tersebut tetap merasakan adanya semacam “kejanggalan” baik secara psikologis, sosiologis maupun politis. Tetapi karena belum terwujudnya konsepsi islam yang lebih kontekstual, maka dengan rasa ketidakberdayaan mereka mengikuti saja konsepsi yang tidak islami.
Selain  itu, masih terpakunya pemikiran fiqh klasik dengan pemahaman tekstual, adhoc dan persial, sehingga kerangka sistematika pengkajian tidak komprehensip dan actual, sekaligus kurang mampu beradaptasi dengan perkembangan.
Dapatlah kita kemukakan bahwa persoalan fiqih kontemporer di masa akan datang lebih komplit lagi dibanding yang kita hadapi hari ini. Hal tersebut disebabkan arus perkembangan zaman yang berdampak kepada semakin terungkapnya berbagai persoalan umat manusia, baik hubungan antara sesama maupun dengan kehidupan alam sekitarnya.
Kompleksitas masalah tersebut tentunya akan membutuhkan pemecahan masalah berdasarkan nilai-nilai agama. Disinilah letak betapa pentingnya rumusan ideal moral maupun formal dari fiqih kontemporer tersebut, yang tidak lain bertujuan untuk menjaga keutuhan nilai ketuhanan, kemanusiaan dan kealaman, terutama yang menyangkut dengan aspek lahiriyah kehidupan manusia di dunia ini.
Makalah ini akan mengkaji dua masalah yang up to date dan sangat hangat di kalangan masyarakat yang bersinggungan dengan fiqih kontemporer, yaitu mengenai Berkebun Emas dan Hak Cipta.








BAB II
PEMBAHASAN

A.    BERKEBUN EMAS
Sejatinya, dalam proses transaksi kebun emas, masyarakat tidak menggunakan kata ‘kebun emas’, namun mereka biasa menyebutnya gadai emas. Sebagian orang menyatakan kehalalan praktek berkebun emas dengan alasan bahwa berkebun emas sama dengan gadai emas yang dalam fatwa DNS-MUI No. 26/DNS-MUI/III/2002 bahwa gadai emas adalah halal. Sebelum membahas bagaimana hukum berkebun emas, perlu dipaparkan terlebih dahulu mengenai istilah-istilah yang berkaitan dengan berkebun emas.
a.      Gadai
Definisi rahn dalam istilah syariat, dijelaskan para ulama dengan ungkapan, “Menjadikan harta benda sebagai jaminan utang, agar utang bisa dilunasi dengan jaminan tersebut, ketika si peminjam tidak mampu melunasi utangnya.”
Sedangkan Syekh al-Basaam mendefinisikan ar-rahn sebagai jaminan utang dengan barang yang memungkinkan pelunasan utang dengan barang tersebut atau dari nilai barang tersebut, apabila orang yang berutang tidak mampu melunasinya.
Mayoritas ulama memandang bahwa rukun ar-rahn (gadai) ada empat, yaitu:
  1. Ar-rahn atau al-marhun (barang yang digadaikan).
  2. Al-marhun bih (utang).
  3. Shighah.
  4. Dua pihak yang bertransaksi, yaitu rahin (orang yang menggadaikan) dan  murtahin (pemberi utang).
b.      Gadai emas
Gadai emas adalah produk bank syariah berupa fasilitas pembiayaan dengan cara memberikan utang (qardh) kepada nasabah dengan jaminan emas (perhiasan/lantakan) dalam sebuah akad gadai (rahn). Bank syariah selanjutnya mengambil upah (ujrah, fee) atas jasa penyimpanan/penitipan yang dilakukannya atas emas tersebut berdasarkan akad ijarah (jasa). Jadi, gadai emas merupakan akad rangkap (uqud murakkabah, multi-akad), yaitu gabungan akad rahn danijarah. (lihat Fatwa DSN MUI No 26/DSN-MUI/III/2002 tentang gadai emas).
Menggadai emas sekarang sudah tidak asing lagi bagi  masyarakat. Selain bank syariah, gadai emas juga bisa dilakukan di pegadaian syariah.
Ketika melakukan transaksi gadai emas di pegadaian syariah, ada empat macam komponen perhitungan, antara lain taksiran, uang pinjaman, ijaroh, dan biaya administrasi.
  1. Taksiran  adalah perkiraan harga jual emas yang kita miliki yang ditentukan oleh pihak pegadaian secara sepihak.
  2. Uang pinjamana adalah jumlah dana yang bisa kita pinjam berdasarkan barang yang kita gadaikan (85%-90% dari nilai taksiran).
  3. Biaya administrasi adalah biaya yang harus kita keluarkan untuk mendapatkan transaksi gadai emas ini. Besarnya biaya administrasi tergantung dari nilai peminjaman.
  4. Ijaroh merupakan biaya gadai yang menjadi hak pihak pemilik dana, dalam hal ini adalah pihak pegadaian. Besarnya ijaroh di pegadaian syariah memiliki rumus sendiri yang dihitung setiap 10 hari, dengan rumus :
Ijaroh = (taksiran/10.000) x tarif x (jangka waktu/10 hari)
Jika sudah masuk hari ke 11 peminjaman berarti biaya gadai sudah bertambah dan begitu seterusnya.
c.       Riba
Riba didefinisikan sebagai tambahan atas pembayaran hutang. Dalam hal ini penggadai harus membayar uang tambahan sebagai uang pemeliharaan emas yang dititipkannya kepada bank. Riba hukumnya haram berdasarkan nash al-Qur’an, as-Sunnah, dan ijma’ umat Islam.
d.      Berkebun emas
Berkebun emas pada dasarnya adalah berinvestasi emas. Yakni seseorang memiliki sejumlah dana tertentu yang kemudian uang tersebut digunakan untuk membeli emas. Emas ini kemudian digadaikan di bank dengan harapan akan mendapatkan keuntungan yang besar setelah berlalunya masa tertentu, dengan spekulasi bahwa harga emas akan naik sekian persen.
Sistem berkebun emas bisa dilakukan dengan dua cara. Cara pertama: cara biasa, ialah berkebun emas yang dilakukan sebagai berikut:
-         Anda memiliki modal sebesar 24 juta.
-         Harga emas pergram = 360 ribu.
-         24 juta = 66,66 gram.
-         Ketika dalam satu tahun harga emas naik 30% menjadi 468 ribu pergram, maka total harga 66,66 gram x 468 ribu = 31.196.880
-         Biaya penitipan = 2.500/gram/bulan => 1 tahun=2.500 x 66,66 x 12 =
-         Keuntungan yang diperoleh oleh penggadai
=> total harga emas- (modal+biaya penitipan satu tahun)
=> 31.196.880 – (24.000.000+750.000) = 6.446.880
Cara kedua, disebut sebagai cara cerdas dalam berinvestasi emas / berkebun emas:
-         Investasi rutin 25 gram:
-         Harga emas 25 gram = 9 juta
-         Nilai gadai 80% dari harga taksir
-         Harga taksir bank 300rb/gram
-         Biaya penitipan 2500/gram/bulan
-         Beli emas batangan 25 gram, gadaikan anda dapat dana segar 6 jt. 6 juta ini diperoleh dari => Harga taksir x nilai gadai x berat emas yang dititipkan = 300rb x 80%  x 25gram = 6 juta.
-         setor biaya titipan 1 tahun, 2500x25x12 bulan=750.000
-         Posisi investasi anda menjadi:
  1.  25 gram -> 6jt, tambah 3 jt dana segar = 9jt -> beli emas lagi | 750rb -> biaya titip
  2. 25 gram
-         Kalau sudah ada dana tambahan 3.75 jt ulangi langkah diatas lagi, begitu seterusnya sesuai kebutuhan. Kalau sudah lima kali maka posisi menjadi:
1. 25 gram -> 6jt, tambah 3 jt dana segar = 9jt -> beli emas lagi | 750rb -> biaya titip
2. 25 gram -> 6jt, tambah 3 jt dana segar = 9jt -> beli emas lagi | 750rb -> biaya titip
3. 25 gram -> 6jt, tambah 3 jt dana segar = 9jt -> beli emas lagi | 750rb -> biaya titip
4. 25 gram -> 6jt, tambah 3 jt dana segar = 9jt -> beli emas lagi | 750rb -> biaya titip
5. 25 gram (disimpan)
-         Perhatikan biaya pembelian emas ke-2 dst, 2/3 modal adalah dari bank.
-         Setelah waktu berlalu, harga naik 30 persen, jadi emas batangan 25 gram sekarang nilainya 12jt, inilah saatnya seorang nasabah kebun emas panen, langkahnya cukup dibalik saja yaitu:
-         Jual emas nomor 5, maka anda mendapatkan dana segar 12 jt, dana segar ini anda pakai untuk menebus 2 emas lainnya. Ulangi sampai semua emas ditebus, dan jual semuanya.
-         Maka posisinya:
-         penjualan emas 5 x 12 jt = 60 jt
-         tebus gadai 4 x 6 jt     = 24 jt
-         sisa                     = 36 jt ——> sub total 1
-         Berapa modal anda?
-         1. beli emas pertama          =  9 jt
-         2. beli emas ke 2-5 = 3jt x 4 = 12 jt
-         3. biaya titip 750rb x 4      =  3 jt
-         total modal                   = 24 jt ——> sub total 2
-         Keuntungan anda:
-         [{sub total 1 - sub total 2 = 36 jt - 24 jt = 12 jt}
Total keuntungan dari berkebun emas dengan cara kedua lebih banyak daripada berkebun emas dengan cara pertama.
Jika dilihat dari paparan di atas, dalam praktek kebun emas, pelaku kebun emas menggunakan 2/3 modal dari bank. Kemudian ia belikan emas lagi, kemudian digadaikan lagi pada beberapa bank. Bahkan menurut Bank Indonesia skema 'kebun emas' merupakan skema gadai yang memberikan pinjaman dana sekitar 90 – 100 persen dari nilai emas itu sendiri. Uang gadai tersebut kemudian dibelikan emas lagi, kemudian digadaikan kembali pada beberapa bank.
Bank Indonesia sebagai pengawas perbankan tampaknya sudah melihat kejanggalan atas investasi ini. Itu sebabnya, otoritas moneter dan perbankan ini secara resmi melarang adanya pembiayaan bank atas gadai emas, terutama oleh perbankan syariah. Kegiatan ini dianggap kegiatan spekulatif. Ketika harga emas turun maka nasabah tidak mau membayar biaya tambahan karena harga emas yang berfluktuasi.

PRAKTEK KEBUN EMAS DALAM PANDANGAN SYARI’AH
Melihat beberapa fakta di atas, maka unsur-unsur berkebun emas dapat dianalisis sehingga dapat diketahui hukum berkebun emas dalam kaca mata Islam.
Kebun Emas Mengandung Unsur Riba
Sejatinya yang terjadi pada berkebun emas hanyalah menghutangkan sejumlah uang, atau menghutangkan sejumlah uang dengan memberikan sejumlah bunga. Tidak diragukan itu adalah riba. Karena riba hakikatnya ialah tambahan pada suatu benda ribawi dalam proses tukar menukar barang maupun dalam hutang piutang, dengan adanya kesepakatan di awal.
Terlebih lagi bila diingat bahwa sejatinya emas dan uang adalah alat tolak ukur nilai barang, dan sebagai alat transaksi. Dengan demikian bila emas dan uang digadaikan dengan mengambil keuntungan maka itu adalah riba.
Dalam praktek gadai emas sebenarnya ada bunga yang diberlakukan kepada orang yang menggadaikan emasnya, meskipun dengan istilah yang berbeda, namanya mungkin biaya sewa, biaya bulanan, biaya pemeliharaan, biaya jasa penitipan dan lain-lain sebagainya. Padahal mengambil keuntungan dari pinjam-meminjam disebut riba.
Allah telah melarang riba dalam beberapa ayat al-Qur’an:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَالَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (275)

Orang-orang yang makan (mengambil) ribatidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. al-Baqarah[2]:275)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَيَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (130)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS. Ali Imran[3]:130)

Adanya Spekulasi Dalam Berkebun Emas
Dari sistem tersebut kita tahu juga bahwa ada sifat spekulasi dalam transaksi tersebut, kalau harga emas naik berarti untung, kalau harga emas turun berarti rugi, meskipun kecenderungan harga emas naik, tetapi tidak ada yang dapat memastikan akan selalu naik.
Spekulasi, keuangan dalam artian sempit yaitu termasuk membeli, memiliki, menjual, dan menjual short sahamobligasikomoditimatauangkoleksirealestatederivatif, ataupun instrumen keuangan lainnya dengan tujuan untuk memperoleh keuantungan dari fluktuasi harga dimana pembelian tersebut bukannya untuk digunakan sendiri atau untuk memperloeh penghasilan yang timbul dari deviden atau bunga . Benjamin Graham seorang pakar analisissekuriti memberikan definisi dari spekulasi ditinjau dari sudut investasi yaitu ” adalah investasi yang dilakukan dengan cara melakukan analisis keuangan secara seksama, menjanjikan keamanan modal dan kepuasan atas tingkat imbal hasil . Kegiatan yang tidak memenuhi prasyarat tersebut adalah merupakan tindakan spekulatif. ”
Dalam bahasa Arab, spekulasi disebut sebagai gharar yang diterjemahkan sebagai risiko, sesuatu yang tidak pasti, atau ketidakpastian (uncertainty), sebagaimana disebutkan dalam hadits:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَشْتَرُوا السَّمَكَ فِي الْمَاءِ فَإِنَّهُ غَرَرٌعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَشْتَرُوا السَّمَكَ فِي الْمَاءِ فَإِنَّهُ غَرَرٌ
Dari Abdullah Bin Mas’ud ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, Janganlah kalian membeli ikan di dalam air (laut), karena perbuatan semacam itu termasuk gharar ( tidak pasti) .” (HR. Ahmad)
Yang pasti diuntungkan adalah bank, karena bank mendapatkan bunga dari transaksi tersebut. Dan pemilik emas hanya bisa menanti dari tahun ke tahun mengharap harga emas naik sambil menanggung biaya bulanan (bunga) yang harus dibayar.

Tidak berkembangnya sektor riil dengan adanya praktek kebun emas
Dalam penetapan hukum Islam, Allah telah memberi hikmah yang begitu banyak bagi manusia yang mau mengambilnya. Di balik hukum yang ditetapkan pada manusia, ada kemaslahatan yang besar bagi manusia itu sendiri. Pengambilan keputusan hukum yang berkaitan dengan muamalah tidak seharusnya hanya dilihat secara sempit, namun dikaitkan dengan efek ekonomi secara luas. Artinya, tidak sebatas  melihat dzahir dalil  nash an sich. Jika rahn kebun emas dibiarkan meluas akan berakibat pada buruknya aktifitas sektor riil. Padahal sektor riil merupakan jargon dari ekonomi syariah. Di samping itu, maksud yang terkandung dalam larangan riba adalah bahwa Allah menghendaki sektor riil hidup dan berkembang. Begitu juga dengan semangat dalam larangan penimbunan emas dan perak yang tidak ditunaikan zakatnya.


B.     HAK CIPTA
Bila ditelusuri dalam sejarah Islam, hak cipta atas karya ilmiyah berupa tulisan maupun penemuan ilmiyah memang belum ada. Saat itu para ulama dan ilmuwan berkarya dengan tujuan satu, yaitu mencari ridha Allah SWT.
Semakin banyak orang mengambil manfaat atas karyanya, semakin berbahagia-lah dia, karena dia melihat karyanya itu berguna buat orang lain. Dan semua itu selain mendatangkan pahala buat pembuatnya, juga ada rasa kepuasan tersendiri dari segi psikologisnya. Apa yang mereka lakukan atas karya-karya itu jauh dari motivasi materi / uang. Sedangkan untuk penghasilan, para ulama dan ilmuwan bekerja memeras keringat. Ada yang jadi pedagang, petani, penjahit dan seterusnya. Mereka tidak menjadikan karya mereka sebagai tambang uang.
Karena itu kita tidak pernah mendengar bahwa Imam Bukhori menuntut seseorang karena dianggap menjiplak hasil keringatnya selama bertahun-tahun mengembara keliling dunia. Bila ada orang yang menyalin kitab shohihnya, maka beliau malah berbahagia.?
Begitu juga bila Jabir Al-Hayyan melihat orang-orang meniru / menjiplak hasil penemuan ilmiyahnya, maka beliau akan semakin bangga karena telah menjadi orang yang bermanfaat buat sesamanya.
Hak cipta barulah ditetapkan dalam masyarakat barat yang mengukur segala sesuatu dengan ukuran materi. Dan didirikan lembaga untuk mematenkan sebuah `penemuan` dimana orang yang mendaftarkan akan berhak mendapatkan royalti dari siapa pun yang meniru / membuat sebuah formula yang dianggap menjiplak.
Kemudian hal itu menjalar pula di tengah masyarakat Islam dan akhirnya dimasa ini, kita mengenalnya sebagai bagian dari kekayaan intelektual yang dimiliki haknya sepenuhnya oleh penemunya.
Berdasarkan `urf yang dikenal masyarakat saat ini, maka para ulama pada hari ini ikut pula mengabsahkan kepemilikan hak cipta itu sebagaimana qoror dari majelis Majma` Al-Fiqh Al-Islami di atas.
a.      Monopoli Produk
Dalam perkembangan berikutnya, hak cipta dan hak paten ini berkembang kearah monopoli produk. Karena begitu sebuah perusahaan memegang hak paten atas formula produknya, secara hukum hanya mereka yang berhak untuk memproduksi barang tersebut atau memberikan lisensi.?
Dan otomatis, mereka pulalah yang menentukan harga jualnya. Bila ada orang yang menjual produk yang sama tanpa lisensi dari pihak pemegang paten, maka kepada mereka hanya ada dua pilihan, bayar royalti atau dihukum baik dilarang berproduksi, didenda atau hukum kurungan.
Masalahnya timbul bila pemegang paten merupakan perusahaan satu-satunya yang memproduksi barang tersebut di tengah masyarakt dan tidak ada alternatif lainnya untuk mendapatkan barang dengan kualitas sama, padahal barang itu merupakan hajat hidup orang banyak. Bila pemegang hak paten itu kemudian menetapkan harga yang mencekik dan tidak terjangkau atas barang yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak, maka jelas telihat unsur ketidak-adilannya. Dengan kata lain, produsen itu ingin mencekik masyarakat karena mereka tidak punya pilihan lain kecuali membeli dengan harga yang jauh di atas kemampuan mereka.
Kasus pematenan pembuatan tempe beberapa waktu yang lalu oleh pihak asing adalah contoh hal yang naif tentang dampak negatif pematenan ini. Bagaimana mungkin tempe yang entah sudah berapa generasi menjadi makanan orang Indonesia, tiba-tiba dipatenkan oleh orang dari luar negeri atas namanya.
Jadi bila nanti ada orang Indonesia membuat pabrik tempe yang besar dan bisa mengekspor, harus siap-siap diklaim sebagai pembajak oleh mereka. Karena patennya mereka yang miliki. Bayangkan bahwa setiap satu potong tempe yang kita makan, sekian persen dari harganya masuk ke kantong pemegang paten. Padahal mereka barangkali pemegang paten itu sendiri tidak pernah makan tempe atau tidak doyan tempe. Dalam kasus seperti ini, bagaimana mungkin kita dikatakan sebagai pencuri hasil karya mereka ? Padahal tempe adalah makanan kebangsaan kita, bukan ?


b.      Pengkopian Di Era Digital
Di zaman industri maju saat ini, pengcopy-an sebuah karya apapun bentuknya adalah kerja yang sangat mudah dan murah. Apalagi bila kita bicara tekonologi digital.
Saat ini meski banyak undang-undang telah dibuat untuk membela pemilik copy right, pengcopy-an semua bentuk informasi dalam format digital adalah sebuah keniscayaan. Silahkan perhatiakan semua peralatan elektronik di sekeliling kita.
Semua PC dilengkapi dengan floppy disk dan kini CDRW sudah sangat memasyarakat, sarana paling mudah untuk meng-copy. Radio Tape dan VCR yang ada di rumah-rumah pun dilengkapi dengan tombol [rec] untuk merekam. Mesin photo copy dijual secara resmi dan itu adalah sarana pencopyan paling populer. Koran dan majalah kini terbit di Internet dimana seluruh orang dapat mem-browse, yang secara teknik semua yang telah dibrowse itu pasti tercopy secara otomatis ke PC atau ke Hardisk.
Artinya secara tekonologi, fasilitas untuk mengcopy suatu informasi pada sebuah media memang tersedia dan menjadi kelaziman. Dan pengcopy-an adalah sebuah hal yang tidak mungkin dihindari.
Bila dikaitkan dengan undang-undang hak cipta yang bunyinya cukup 'galak', semua itu menjadi tidak berarti lagi. Atau silahkan buka buku dan simaklah di halaman paling awal : "Dilarang keras menterjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit".
Itu artinya anda dilarang mempotocopy sebuah buku walau pun hanya setengah halaman saja. Tapi lihatlah deretan kios photo copy yang tersebar di seluruh negeri, bukankah diantara kerja mereka adalah mempotocopy buku (sebagian atau seluruhnya) ?
c.       Bentuk Pengcopy-an.
Sesungguhnya para produsen produk digital sudah yakin bahwa pengcopy-an seperti itu mustahil diberantas. Dan secara neraca keuangan, bila ada seorang mencopy sebuah program / software untuk dirinya, tidak akan berpengaruh.
Yang sebenarnya ingin dihindari adalah pengcopy-an secara massal untuk dijual lagi kepada konsumen. Bentuk inilah yang diistilahkan dengan pembajakan hak cipta. Dan memang untuk itulah undang-undang hak cipta dibuat untuk melindungi pordusen dari kerugian. Selain itu untuk menghindari pembajakan massal itu, mereka juga sudah memiliki strategi jitu, yaitu dengan menurunkan harga serendah-rendahnya mendekati harga produk bajakan.
Itu bisa dilihat bila kita bandingkan VCD original dan bajakan yang kini harganya tidak terpaut jauh, sedangkan dari segi kualitas suara dan gambar, tenju saja sangat berbeda jauh. Buat konsumen yang normal, pasti mereka lebih memilih VCD original ketimbang menonton versi bajakan yang di dalamnya ada gambar penonton keluar masuk, bersuara berisik atau layar yang berbentuk trapesium.
Tetapi kenapa pembajakan itu timbul ? Salah satu penyebabnya barangkali `ketakamakan` produsen sendiri yang memasang harga terlalu tinggi antara biaya dan harga jual di pasar. Bila VCD bajakan bisa dijual seharga Rp. 3.000,- perkeping, mengapa dulu VCD original mematok harga hingga Rp. 50.000,-. Ini jelas terlalu tinggi.
Maka wajar bila mereka sendiri yang kena getahnya dengan adanya pembajakan. Sekarang mereka sadar, dalam dunia digital, tidak mungkin mengambil keuntungan dengan memark-up harga jual, tetapi justru dengan memproduk barang sebanyak-banyaknya lalu menjual semurah-murahnya sehingga mengundang jumlah pembeli yang lebih banyak. Dengan cara ini maka pembajakan masal sudah tentu mati kutu.




















KESIMPULAN
Dari paparan di atas, maka kita bisa  menarik beberapa kesimpulan :

A. BERKEBUN EMAS
  1. Rahn emas / gadai emas yang dilakukan dengan niat untuk meminjam sejumlah uang untuk memenuhi kebutuhannya dan bukan untuk berinvestasi hukumnya mubah (boleh). Sedangkan jika gadai emas dilakukan karena adanya keperluan yang mendesak hukumnya menjadi sunnah. Bahkan gadai emas bisa menjadi wajib ketika seseorang sangat membutuhkan dana dan jika dana tersebut tidak didapatkan bisa berakibat fatal, dengan kata lain seseorang yang menggadaikan emasnya tersebut dalam keadaan darurat.
  2. Berkebun emas merupakan penyalahgunaan gadai emas secara fungsional dari membantu orang yang mempunyai keperluan mendesak kepada tujuan investasi yang mengandung spekulasi hukumnya haram karena melanggar prinsip-prinsip syari’ah.

B.     HAK CIPTA

1.      Kembali ke masalah hukum, maka menimbang persoalan mengenai hak cipta, bila seseorang mengcopy sebuah program khusus untuk pribadi karena harganya tidak terjangkau sementara isinya sangat vital dan menjadi hajat hidup orang banyak, maka banyak ulama yang memberikan keringanan. Namun bila seseorang membeli mesin pengcopy massal lalu `membajak` program tersebut secara massal dimana anda akan mendapatkan keuntungan, disitulah letak keharamannya.
2.      Hukum Islam sendiri pada hari ini mengakui ada hak cipta sebagai hak milik atau kekayan yang harus dijaga dan dilindungi. Dan membajak atau menjiplak hasil karya orang lain termasuk bagian dari pencurian atau tindakan yang merugikan hak orang lain. Hukum Islam memungkinkan dijatuhkannya vonis bersalah atas orang yang melakukan hal itu dan menjatuhinya dengan hukuman yang berlaku di suatu sistem hukum.
3.      Namun memang patut disayangkan bahwa sebagian umat Islam masih belum terlalu sadar benar masalah hak cipta ini, sehingga justru di negeri yang paling banyak jumlah muslimnya ini, kasus-kasus pembajakan hak cipta sangat tinggi angkanya. Barangkali karena masalah hak cipta ini memang masih dianggap terlalu baru dan kurang banyak dibahas pada kitab-kitab fiqih masa lampau.



















DAFTAR PUSTAKA
1.      Arifin , Bey , Terjemah Sunan An-Nasai, Semarang : CV Syi Syifa, 1992
2.      Qardhowi , Yusuf , Fatwa – fatwa Kontenporer, Jakarta : Gema Insani Press, 1996
3.      Saleh , Hasan , Kajian Fiqh Nawawi & Fiqh Kontemporer , Jakarta : Rajawali Press , 2008
6.      http://gadaiemas.net/
7.      http://gadaiemas.net/
12.  Ahmad Bin Hanbal, Musnad al-Imam Ahmad Bin Hanbal, (Mu’assasatu ar-Risalah, 1999), Juz 6 hlm. 197
15.  Sarwat, Ahma. Fiqih Mu’amalah.
17.  Al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang : PT. Tanjung Mas Inti, 1992.
18.  Anwar, Prof. Dr. H. Syamsul, Studi Hukum Islam Kontemporer, Jakarta: RM Books, 2007.

0 komentar:

Posting Komentar