BAB I
PENDAHULUAN
Telah mapannya system
pemikiran barat (hukum positif) di mayoritas negeri muslim secara faktual lebih
mudah diterima dan diamalkan apa lagi sangat didukung oleh kekuatan yang
bersifat structural maupun kultural, namun masyarakat islam dalam penerimaan
konsepsi barat tersebut tetap merasakan adanya semacam “kejanggalan” baik
secara psikologis, sosiologis maupun politis. Tetapi karena belum terwujudnya
konsepsi islam yang lebih kontekstual, maka dengan rasa ketidakberdayaan mereka
mengikuti saja konsepsi yang tidak islami.
Selain itu, masih terpakunya pemikiran fiqh klasik dengan
pemahaman tekstual, adhoc dan persial, sehingga kerangka sistematika pengkajian
tidak komprehensip dan actual, sekaligus kurang mampu beradaptasi dengan
perkembangan.
Dapatlah kita kemukakan bahwa persoalan fiqih kontemporer di masa akan
datang lebih komplit lagi dibanding yang kita hadapi hari ini. Hal tersebut
disebabkan arus perkembangan zaman yang berdampak kepada semakin terungkapnya
berbagai persoalan umat manusia, baik hubungan antara sesama maupun dengan
kehidupan alam sekitarnya.
Kompleksitas masalah tersebut tentunya akan membutuhkan pemecahan masalah
berdasarkan nilai-nilai agama. Disinilah letak betapa pentingnya rumusan ideal
moral maupun formal dari fiqih kontemporer tersebut, yang tidak lain bertujuan
untuk menjaga keutuhan nilai ketuhanan, kemanusiaan dan kealaman, terutama yang
menyangkut dengan aspek lahiriyah kehidupan manusia di dunia ini.
Makalah ini akan mengkaji dua masalah yang up to date dan sangat hangat di kalangan masyarakat yang bersinggungan
dengan fiqih kontemporer, yaitu mengenai Berkebun Emas dan Hak Cipta.
BAB II
PEMBAHASAN
A. BERKEBUN EMAS
Sejatinya, dalam proses transaksi kebun emas,
masyarakat tidak menggunakan kata ‘kebun emas’, namun mereka biasa menyebutnya
gadai emas. Sebagian orang menyatakan kehalalan praktek berkebun emas dengan
alasan bahwa berkebun emas sama dengan gadai emas yang dalam fatwa DNS-MUI No.
26/DNS-MUI/III/2002 bahwa gadai emas adalah halal. Sebelum membahas bagaimana
hukum berkebun emas, perlu dipaparkan terlebih dahulu mengenai istilah-istilah
yang berkaitan dengan berkebun emas.
a. Gadai
Definisi rahn dalam istilah syariat, dijelaskan para ulama dengan ungkapan,
“Menjadikan harta benda sebagai jaminan utang, agar utang bisa dilunasi dengan
jaminan tersebut, ketika si peminjam tidak mampu melunasi utangnya.”
Sedangkan Syekh al-Basaam mendefinisikan ar-rahn sebagai jaminan utang
dengan barang yang memungkinkan pelunasan utang dengan barang tersebut atau
dari nilai barang tersebut, apabila orang yang berutang tidak mampu melunasinya.
Mayoritas ulama memandang bahwa rukun ar-rahn (gadai) ada empat, yaitu:
- Ar-rahn
atau al-marhun (barang yang digadaikan).
- Al-marhun
bih (utang).
- Shighah.
- Dua
pihak yang bertransaksi, yaitu rahin (orang yang menggadaikan) dan
murtahin (pemberi utang).
b. Gadai
emas
Gadai emas adalah produk bank syariah berupa fasilitas pembiayaan dengan
cara memberikan utang (qardh) kepada nasabah dengan jaminan emas
(perhiasan/lantakan) dalam sebuah akad gadai (rahn). Bank syariah
selanjutnya mengambil upah (ujrah, fee) atas jasa penyimpanan/penitipan
yang dilakukannya atas emas tersebut berdasarkan akad ijarah (jasa).
Jadi, gadai emas merupakan akad rangkap (uqud murakkabah,
multi-akad), yaitu gabungan akad rahn danijarah.
(lihat Fatwa DSN MUI No 26/DSN-MUI/III/2002 tentang gadai emas).
Menggadai emas sekarang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat.
Selain bank syariah, gadai emas juga bisa dilakukan di pegadaian syariah.
Ketika melakukan transaksi gadai emas di pegadaian syariah, ada empat
macam komponen perhitungan, antara lain taksiran, uang pinjaman, ijaroh, dan
biaya administrasi.
- Taksiran
adalah perkiraan harga jual emas yang kita miliki yang ditentukan
oleh pihak pegadaian secara sepihak.
- Uang
pinjamana adalah jumlah dana yang bisa kita pinjam berdasarkan barang yang
kita gadaikan (85%-90% dari nilai taksiran).
- Biaya
administrasi adalah biaya yang harus kita keluarkan untuk mendapatkan
transaksi gadai emas ini. Besarnya biaya administrasi tergantung dari
nilai peminjaman.
- Ijaroh
merupakan biaya gadai yang menjadi hak pihak pemilik dana, dalam hal ini
adalah pihak pegadaian. Besarnya ijaroh di pegadaian syariah memiliki
rumus sendiri yang dihitung setiap 10 hari, dengan rumus :
Ijaroh = (taksiran/10.000) x tarif x (jangka waktu/10 hari)
Jika sudah masuk hari ke 11 peminjaman berarti biaya gadai sudah bertambah
dan begitu seterusnya.
c. Riba
Riba didefinisikan
sebagai tambahan atas pembayaran hutang. Dalam hal ini penggadai harus membayar
uang tambahan sebagai uang pemeliharaan emas yang dititipkannya kepada bank.
Riba hukumnya haram berdasarkan nash al-Qur’an, as-Sunnah, dan ijma’ umat
Islam.
d. Berkebun
emas
Berkebun emas pada dasarnya adalah berinvestasi emas. Yakni seseorang
memiliki sejumlah dana tertentu yang kemudian uang tersebut digunakan untuk
membeli emas. Emas ini kemudian digadaikan di bank dengan harapan akan
mendapatkan keuntungan yang besar setelah berlalunya masa tertentu, dengan
spekulasi bahwa harga emas akan naik sekian persen.
Sistem berkebun emas bisa dilakukan dengan dua cara. Cara pertama: cara
biasa, ialah berkebun emas yang dilakukan sebagai berikut:
- Anda memiliki modal
sebesar 24 juta.
- Harga emas pergram = 360
ribu.
- 24 juta = 66,66 gram.
- Ketika dalam satu tahun
harga emas naik 30% menjadi 468 ribu pergram, maka total harga 66,66 gram x 468
ribu = 31.196.880
- Biaya penitipan =
2.500/gram/bulan => 1 tahun=2.500 x 66,66 x 12 =
- Keuntungan yang diperoleh
oleh penggadai
=> total harga emas- (modal+biaya penitipan satu tahun)
=> 31.196.880 – (24.000.000+750.000) = 6.446.880
Cara kedua, disebut sebagai cara cerdas dalam berinvestasi emas / berkebun
emas:
- Investasi rutin 25 gram:
- Harga emas 25 gram = 9
juta
- Nilai gadai 80% dari
harga taksir
- Harga taksir bank
300rb/gram
- Biaya penitipan
2500/gram/bulan
- Beli emas batangan 25
gram, gadaikan anda dapat dana segar 6 jt. 6 juta ini diperoleh dari =>
Harga taksir x nilai gadai x berat emas yang dititipkan = 300rb x 80% x
25gram = 6 juta.
- setor biaya titipan 1
tahun, 2500x25x12 bulan=750.000
- Posisi investasi anda
menjadi:
- 25
gram -> 6jt, tambah 3 jt dana segar = 9jt -> beli emas lagi | 750rb
-> biaya titip
- 25 gram
- Kalau sudah ada dana tambahan
3.75 jt ulangi langkah diatas lagi, begitu seterusnya sesuai kebutuhan. Kalau
sudah lima kali maka posisi menjadi:
1. 25 gram -> 6jt, tambah 3 jt dana segar = 9jt -> beli emas lagi |
750rb -> biaya titip
2. 25 gram -> 6jt, tambah 3 jt dana segar = 9jt -> beli emas lagi |
750rb -> biaya titip
3. 25 gram -> 6jt, tambah 3 jt dana segar = 9jt -> beli emas lagi |
750rb -> biaya titip
4. 25 gram -> 6jt, tambah 3 jt dana segar = 9jt -> beli emas lagi |
750rb -> biaya titip
5. 25 gram (disimpan)
- Perhatikan biaya
pembelian emas ke-2 dst, 2/3 modal adalah dari bank.
- Setelah waktu berlalu,
harga naik 30 persen, jadi emas batangan 25 gram sekarang nilainya 12jt, inilah
saatnya seorang nasabah kebun emas panen, langkahnya cukup dibalik saja yaitu:
- Jual emas nomor 5, maka
anda mendapatkan dana segar 12 jt, dana segar ini anda pakai untuk menebus 2
emas lainnya. Ulangi sampai semua emas ditebus, dan jual semuanya.
- Maka posisinya:
- penjualan emas 5 x 12 jt
= 60 jt
- tebus gadai 4 x 6
jt = 24 jt
-
sisa
= 36 jt ——> sub total 1
- Berapa modal anda?
- 1. beli emas
pertama = 9 jt
- 2. beli emas ke 2-5 = 3jt
x 4 = 12 jt
- 3. biaya titip 750rb x
4 = 3 jt
- total
modal
= 24 jt ——> sub total 2
- Keuntungan anda:
- [{sub total 1 - sub total
2 = 36 jt - 24 jt = 12 jt}
Total keuntungan dari berkebun emas dengan cara kedua lebih banyak daripada
berkebun emas dengan cara pertama.
Jika dilihat dari paparan di atas, dalam praktek kebun emas, pelaku kebun
emas menggunakan 2/3 modal dari bank. Kemudian ia belikan emas lagi, kemudian
digadaikan lagi pada beberapa bank. Bahkan menurut Bank Indonesia skema 'kebun
emas' merupakan skema gadai yang memberikan pinjaman dana sekitar 90 – 100
persen dari nilai emas itu sendiri. Uang gadai tersebut kemudian dibelikan emas
lagi, kemudian digadaikan kembali pada beberapa bank.
Bank Indonesia sebagai pengawas perbankan tampaknya sudah melihat
kejanggalan atas investasi ini. Itu sebabnya, otoritas moneter dan perbankan
ini secara resmi melarang adanya pembiayaan bank atas gadai emas, terutama oleh
perbankan syariah. Kegiatan ini dianggap kegiatan spekulatif. Ketika harga emas
turun maka nasabah tidak mau membayar biaya tambahan karena harga emas yang
berfluktuasi.
PRAKTEK KEBUN EMAS DALAM PANDANGAN SYARI’AH
Melihat beberapa fakta di atas, maka unsur-unsur berkebun emas dapat
dianalisis sehingga dapat diketahui hukum berkebun emas dalam kaca mata Islam.
Kebun Emas Mengandung Unsur Riba
Sejatinya yang terjadi pada berkebun emas hanyalah menghutangkan sejumlah
uang, atau menghutangkan sejumlah uang dengan memberikan sejumlah bunga. Tidak
diragukan itu adalah riba. Karena riba hakikatnya ialah tambahan pada suatu
benda ribawi dalam proses tukar menukar barang maupun dalam hutang piutang,
dengan adanya kesepakatan di awal.
Terlebih lagi bila diingat bahwa sejatinya emas dan uang adalah alat tolak
ukur nilai barang, dan sebagai alat transaksi. Dengan demikian bila emas dan
uang digadaikan dengan mengambil keuntungan maka itu adalah riba.
Dalam praktek gadai emas sebenarnya ada bunga yang diberlakukan kepada
orang yang menggadaikan emasnya, meskipun dengan istilah yang berbeda, namanya
mungkin biaya sewa, biaya bulanan, biaya pemeliharaan, biaya jasa penitipan dan
lain-lain sebagainya. Padahal mengambil keuntungan dari pinjam-meminjam disebut
riba.
Allah telah melarang riba dalam beberapa ayat al-Qur’an:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا
كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ
بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ
الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى
فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ
النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَالَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ
إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ
بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ
الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى
فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ
النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (275)
Orang-orang yang makan (mengambil) ribatidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit
gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. al-Baqarah[2]:275)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا
أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَيَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا
اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (130)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS. Ali Imran[3]:130)
Adanya Spekulasi Dalam Berkebun Emas
Dari sistem tersebut kita tahu juga bahwa ada sifat spekulasi dalam
transaksi tersebut, kalau harga emas naik berarti untung, kalau harga emas turun
berarti rugi, meskipun kecenderungan harga emas naik, tetapi tidak ada yang
dapat memastikan akan selalu naik.
Spekulasi, keuangan dalam artian sempit yaitu termasuk membeli, memiliki, menjual, dan
menjual short saham, obligasi, komoditi, matauang, koleksi, realestate, derivatif, ataupun instrumen keuangan lainnya dengan tujuan
untuk memperoleh keuantungan dari fluktuasi harga dimana pembelian tersebut
bukannya untuk digunakan sendiri atau untuk memperloeh penghasilan yang timbul
dari deviden atau bunga . Benjamin Graham seorang pakar analisissekuriti memberikan definisi dari spekulasi ditinjau dari
sudut investasi yaitu ” adalah investasi yang dilakukan dengan cara melakukan
analisis keuangan secara seksama, menjanjikan keamanan modal dan kepuasan atas
tingkat imbal hasil . Kegiatan yang tidak memenuhi prasyarat tersebut adalah
merupakan tindakan spekulatif. ”
Dalam bahasa Arab, spekulasi disebut sebagai gharar yang diterjemahkan
sebagai risiko, sesuatu yang tidak pasti, atau ketidakpastian (uncertainty),
sebagaimana disebutkan dalam hadits:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَشْتَرُوا السَّمَكَ فِي الْمَاءِ
فَإِنَّهُ غَرَرٌعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَشْتَرُوا السَّمَكَ فِي الْمَاءِ
فَإِنَّهُ غَرَرٌ
Dari Abdullah Bin Mas’ud ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, Janganlah
kalian membeli ikan di dalam air (laut), karena perbuatan semacam itu termasuk
gharar ( tidak pasti) .” (HR. Ahmad)
Yang pasti diuntungkan adalah bank, karena bank mendapatkan bunga dari
transaksi tersebut. Dan pemilik emas hanya bisa menanti dari tahun ke tahun
mengharap harga emas naik sambil menanggung biaya bulanan (bunga) yang harus
dibayar.
Tidak berkembangnya sektor riil dengan adanya praktek kebun emas
Dalam penetapan hukum Islam, Allah telah memberi hikmah yang begitu banyak
bagi manusia yang mau mengambilnya. Di balik hukum yang ditetapkan pada
manusia, ada kemaslahatan yang besar bagi manusia itu sendiri. Pengambilan keputusan
hukum yang berkaitan dengan muamalah tidak seharusnya hanya dilihat secara
sempit, namun dikaitkan dengan efek ekonomi secara luas. Artinya, tidak
sebatas melihat dzahir dalil nash an sich. Jika rahn kebun emas
dibiarkan meluas akan berakibat pada buruknya aktifitas sektor riil. Padahal
sektor riil merupakan jargon dari ekonomi syariah. Di samping itu, maksud yang
terkandung dalam larangan riba adalah bahwa Allah menghendaki sektor riil hidup
dan berkembang. Begitu juga dengan semangat dalam larangan penimbunan emas dan
perak yang tidak ditunaikan zakatnya.
B. HAK CIPTA
Bila ditelusuri dalam
sejarah Islam, hak cipta atas karya ilmiyah berupa tulisan maupun penemuan
ilmiyah memang belum ada. Saat itu para ulama dan ilmuwan berkarya dengan
tujuan satu, yaitu mencari ridha Allah SWT.
Semakin banyak orang mengambil manfaat atas
karyanya, semakin berbahagia-lah dia, karena dia melihat karyanya itu berguna
buat orang lain. Dan semua itu selain mendatangkan pahala buat pembuatnya, juga
ada rasa kepuasan tersendiri dari segi psikologisnya. Apa yang mereka lakukan
atas karya-karya itu jauh dari motivasi materi / uang. Sedangkan untuk
penghasilan, para ulama dan ilmuwan bekerja memeras keringat. Ada yang jadi
pedagang, petani, penjahit dan seterusnya. Mereka tidak menjadikan karya mereka
sebagai tambang uang.
Karena itu kita tidak pernah mendengar bahwa
Imam Bukhori menuntut seseorang karena dianggap menjiplak hasil keringatnya
selama bertahun-tahun mengembara keliling dunia. Bila ada orang yang menyalin
kitab shohihnya, maka beliau malah berbahagia.?
Begitu juga bila Jabir Al-Hayyan melihat
orang-orang meniru / menjiplak hasil penemuan ilmiyahnya, maka beliau akan
semakin bangga karena telah menjadi orang yang bermanfaat buat sesamanya.
Hak cipta barulah ditetapkan dalam
masyarakat barat yang mengukur segala sesuatu dengan ukuran materi. Dan
didirikan lembaga untuk mematenkan sebuah `penemuan` dimana orang yang
mendaftarkan akan berhak mendapatkan royalti dari siapa pun yang meniru /
membuat sebuah formula yang dianggap menjiplak.
Kemudian hal itu menjalar pula di tengah
masyarakat Islam dan akhirnya dimasa ini, kita mengenalnya sebagai bagian dari
kekayaan intelektual yang dimiliki haknya sepenuhnya oleh penemunya.
Berdasarkan `urf yang dikenal masyarakat
saat ini, maka para ulama pada hari ini ikut pula mengabsahkan kepemilikan hak
cipta itu sebagaimana qoror dari majelis Majma` Al-Fiqh Al-Islami di atas.
a. Monopoli Produk
Dalam perkembangan berikutnya, hak cipta dan
hak paten ini berkembang kearah monopoli produk. Karena begitu sebuah
perusahaan memegang hak paten atas formula produknya, secara hukum hanya mereka
yang berhak untuk memproduksi barang tersebut atau memberikan lisensi.?
Dan otomatis, mereka pulalah yang menentukan
harga jualnya. Bila ada orang yang menjual produk yang sama tanpa lisensi dari
pihak pemegang paten, maka kepada mereka hanya ada dua pilihan, bayar royalti
atau dihukum baik dilarang berproduksi, didenda atau hukum kurungan.
Masalahnya timbul bila pemegang paten
merupakan perusahaan satu-satunya yang memproduksi barang tersebut di tengah
masyarakt dan tidak ada alternatif lainnya untuk mendapatkan barang dengan
kualitas sama, padahal barang itu merupakan hajat hidup orang banyak. Bila
pemegang hak paten itu kemudian menetapkan harga yang mencekik dan tidak
terjangkau atas barang yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak, maka jelas
telihat unsur ketidak-adilannya. Dengan kata lain, produsen itu ingin mencekik
masyarakat karena mereka tidak punya pilihan lain kecuali membeli dengan harga
yang jauh di atas kemampuan mereka.
Kasus pematenan pembuatan tempe beberapa
waktu yang lalu oleh pihak asing adalah contoh hal yang naif tentang dampak
negatif pematenan ini. Bagaimana mungkin tempe yang entah sudah berapa generasi
menjadi makanan orang Indonesia, tiba-tiba dipatenkan oleh orang dari luar
negeri atas namanya.
Jadi bila nanti ada orang Indonesia membuat
pabrik tempe yang besar dan bisa mengekspor, harus siap-siap diklaim sebagai
pembajak oleh mereka. Karena patennya mereka yang miliki. Bayangkan bahwa
setiap satu potong tempe yang kita makan, sekian persen dari harganya masuk ke
kantong pemegang paten. Padahal mereka barangkali pemegang paten itu sendiri
tidak pernah makan tempe atau tidak doyan tempe. Dalam kasus seperti ini,
bagaimana mungkin kita dikatakan sebagai pencuri hasil karya mereka ? Padahal
tempe adalah makanan kebangsaan kita, bukan ?
b. Pengkopian Di Era Digital
Di zaman industri maju saat ini, pengcopy-an
sebuah karya apapun bentuknya adalah kerja yang sangat mudah dan murah. Apalagi
bila kita bicara tekonologi digital.
Saat ini meski banyak undang-undang telah
dibuat untuk membela pemilik copy right, pengcopy-an semua bentuk informasi
dalam format digital adalah sebuah keniscayaan. Silahkan perhatiakan semua
peralatan elektronik di sekeliling kita.
Semua PC dilengkapi dengan floppy disk dan
kini CDRW sudah sangat memasyarakat, sarana paling mudah untuk meng-copy. Radio
Tape dan VCR yang ada di rumah-rumah pun dilengkapi dengan tombol [rec] untuk
merekam. Mesin photo copy dijual secara resmi dan itu adalah sarana pencopyan
paling populer. Koran dan majalah kini terbit di Internet dimana seluruh orang
dapat mem-browse, yang secara teknik semua yang telah dibrowse itu pasti
tercopy secara otomatis ke PC atau ke Hardisk.
Artinya secara tekonologi, fasilitas untuk
mengcopy suatu informasi pada sebuah media memang tersedia dan menjadi
kelaziman. Dan pengcopy-an adalah sebuah hal yang tidak mungkin dihindari.
Bila dikaitkan dengan undang-undang hak
cipta yang bunyinya cukup 'galak', semua itu menjadi tidak berarti lagi. Atau
silahkan buka buku dan simaklah di halaman paling awal : "Dilarang keras
menterjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku
ini tanpa izin tertulis dari penerbit".
Itu artinya anda dilarang mempotocopy sebuah
buku walau pun hanya setengah halaman saja. Tapi lihatlah deretan kios photo
copy yang tersebar di seluruh negeri, bukankah diantara kerja mereka adalah
mempotocopy buku (sebagian atau seluruhnya) ?
c. Bentuk Pengcopy-an.
Sesungguhnya para produsen produk digital
sudah yakin bahwa pengcopy-an seperti itu mustahil diberantas. Dan secara
neraca keuangan, bila ada seorang mencopy sebuah program / software untuk
dirinya, tidak akan berpengaruh.
Yang sebenarnya ingin dihindari adalah
pengcopy-an secara massal untuk dijual lagi kepada konsumen. Bentuk inilah yang
diistilahkan dengan pembajakan hak cipta. Dan memang untuk itulah undang-undang
hak cipta dibuat untuk melindungi pordusen dari kerugian. Selain itu untuk
menghindari pembajakan massal itu, mereka juga sudah memiliki strategi jitu,
yaitu dengan menurunkan harga serendah-rendahnya mendekati harga produk bajakan.
Itu bisa dilihat bila kita bandingkan VCD
original dan bajakan yang kini harganya tidak terpaut jauh, sedangkan dari segi
kualitas suara dan gambar, tenju saja sangat berbeda jauh. Buat konsumen yang
normal, pasti mereka lebih memilih VCD original ketimbang menonton versi
bajakan yang di dalamnya ada gambar penonton keluar masuk, bersuara berisik
atau layar yang berbentuk trapesium.
Tetapi kenapa pembajakan itu timbul ? Salah
satu penyebabnya barangkali `ketakamakan` produsen sendiri yang memasang harga
terlalu tinggi antara biaya dan harga jual di pasar. Bila VCD bajakan bisa
dijual seharga Rp. 3.000,- perkeping, mengapa dulu VCD original mematok harga
hingga Rp. 50.000,-. Ini jelas terlalu tinggi.
Maka wajar bila mereka sendiri yang kena
getahnya dengan adanya pembajakan. Sekarang mereka sadar, dalam dunia digital,
tidak mungkin mengambil keuntungan dengan memark-up harga jual, tetapi justru
dengan memproduk barang sebanyak-banyaknya lalu menjual semurah-murahnya
sehingga mengundang jumlah pembeli yang lebih banyak. Dengan cara ini maka
pembajakan masal sudah tentu mati kutu.
KESIMPULAN
Dari paparan di atas, maka kita bisa menarik
beberapa kesimpulan :
A. BERKEBUN EMAS
- Rahn emas / gadai emas yang
dilakukan dengan niat untuk meminjam sejumlah uang untuk memenuhi
kebutuhannya dan bukan untuk berinvestasi hukumnya mubah (boleh).
Sedangkan jika gadai emas dilakukan karena adanya keperluan yang mendesak
hukumnya menjadi sunnah. Bahkan gadai emas bisa menjadi wajib ketika
seseorang sangat membutuhkan dana dan jika dana tersebut tidak didapatkan
bisa berakibat fatal, dengan kata lain seseorang yang menggadaikan emasnya
tersebut dalam keadaan darurat.
- Berkebun emas merupakan penyalahgunaan gadai emas
secara fungsional dari membantu orang yang mempunyai keperluan mendesak
kepada tujuan investasi yang mengandung spekulasi hukumnya haram karena
melanggar prinsip-prinsip syari’ah.
B. HAK CIPTA
1.
Kembali ke masalah hukum, maka
menimbang persoalan mengenai hak
cipta, bila seseorang mengcopy sebuah program khusus
untuk pribadi karena harganya tidak terjangkau sementara isinya sangat vital
dan menjadi hajat hidup orang banyak, maka banyak ulama yang memberikan
keringanan. Namun bila seseorang membeli mesin pengcopy massal lalu `membajak`
program tersebut secara massal dimana anda akan mendapatkan keuntungan,
disitulah letak keharamannya.
2.
Hukum Islam sendiri pada hari
ini mengakui ada hak cipta sebagai hak milik atau kekayan yang harus dijaga dan
dilindungi. Dan membajak atau menjiplak hasil karya orang lain termasuk bagian
dari pencurian atau tindakan yang merugikan hak orang lain. Hukum Islam
memungkinkan dijatuhkannya vonis bersalah atas orang yang melakukan hal itu dan
menjatuhinya dengan hukuman yang berlaku di suatu sistem hukum.
3.
Namun memang patut disayangkan
bahwa sebagian umat Islam masih belum terlalu sadar benar masalah hak cipta
ini, sehingga justru di negeri yang paling banyak jumlah muslimnya ini,
kasus-kasus pembajakan hak cipta sangat tinggi angkanya. Barangkali karena
masalah hak cipta ini memang masih dianggap terlalu baru dan kurang banyak
dibahas pada kitab-kitab fiqih masa lampau.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Arifin , Bey , Terjemah Sunan An-Nasai, Semarang : CV Syi
Syifa, 1992
2. Qardhowi , Yusuf , Fatwa – fatwa Kontenporer, Jakarta :
Gema Insani Press, 1996
3. Saleh , Hasan , Kajian Fiqh Nawawi & Fiqh Kontemporer , Jakarta
: Rajawali Press , 2008
12.
Ahmad Bin Hanbal, Musnad
al-Imam Ahmad Bin Hanbal, (Mu’assasatu ar-Risalah, 1999), Juz 6 hlm. 197
15. Sarwat, Ahma. Fiqih Mu’amalah.
17. Al-Qur’an
dan Terjemahannya, Semarang : PT. Tanjung Mas Inti, 1992.
18. Anwar,
Prof. Dr. H. Syamsul, Studi Hukum Islam Kontemporer, Jakarta: RM Books, 2007.
0 komentar:
Posting Komentar