BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pada saat
sekarang ini banyak orang masih belum faham betul mengenai akad-akad dalam bertransaksi
ataupun dalam bekerjasama. Dalam bermuamalah, masyarakat saat ini hanya sebatas
melakukan muamalah dengan seadanya selain itu juga masih banyak kekeliruan
dalam memilih akad untuk bermuamalah karena tidak melihat dasar dari fiqh
muamalahnya.
Sebagai
contoh, banyak akad kerjasama yang belum sesuai dengan yang seharusnya ada
dalam fiqh muamalah. Seperti mudharabah misalnya. Akad ini digunakan dalam
perbankan sebagai akad untuk funding. Sebenarnya dari situ sudah dapat dilihat
ketidak pas annya. Dari pengertian mudharabah sendiri yang berarti kerjasama
antara dua pihak yang salah satunya menyediakan dana 100% sedangkan yang pihak
lain mengelola, kalau dalam bank berarti sudah dapat dipastikan akad ini kurang
pas digunakan. Karena pada saat bank menerima dana dari nasabah , bank juga
memiliki dana. Seharusnya ada akad lain yang dapat digunakan, mungkin bisa
menggunakan akad mudharabah mutsyarakah. Karena dengan pengertiannya sudah
sesuai dengan transaksinya.
Dengan demikian,
terbukti bahwa pelaku–pelaku ekonomi dalam bermuamalah belum sepenuhnya faham
atas akad yang mereka gunakan. Disini saya akan mencoba menjelaskan sedikit
mengenai akad kerjasama supaya lebih jelas dalam penerapannya nanti.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Secara
etimologi pengertian syirkah yaitu percampuran sesuatu dengan yang lainnya,
sehingga sulit untuk dibedakan. Sedangkan secara terminologi yaitu ikatan kerjasama
yang dilakukan dua orang atau lebih dalam perdagangan untuk mendapatkan keuntungan.
Ada beberapa pendapat dari imam mazhab yang memberikan pengertian syirkah
secara berbeda – beda, diantaranya yaitu :
1.
Ulama
mazhab maliki : suatu ijin untuk bertindak secara hukum bagi dua orang yang
bekerjasama terhadap mereka
2.
Mazhab
Safi’i dan hanbali: hak bertindak hukum bagi dua orang atau lebih pada sesuatu
yang mereka sepakati
3.
Ulama
mazhab Hanafi: akad yang dilakukan oleh orang-orang yang bekerasama dalam modal
dan keuntungan
4.
Wahbah
al-Zuhaiiy mendefinisikan, akad musyarakah adalah akad dua orang yang bersekutu
dalam modal dan keuntungan. Ia adalah akad kerjasama antara dua pihak atau
lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama
sesuai dengan kesepakatan.
Dari berbagai definisi tersebut
dapat disimpulkan bahwa pengertian dari musyarokah yaitu akad yang dilakukan
oleh orang yang mengikatkan diri untuk bekerjasama, dimana masing-masing pihak
mempunyai hak untuk melakukan tindakan hukum terhadap modal yang dikelola.
Modal berasal dari para pihak ,dengan prosentase tertentu keuntungan dibagi
bersama, demikian juga kerugian ditanggung bersama.
B.
DASAR
HUKUM
Dalam
menjalankan akad syirkah harus ada landasan dasar (dasar hukumnya). Landasan
syirkah ini terdapat dalam Al- Qur’an, Al- Hadis, dan juga Ijma’. Selain itu
dalam Fatwa DSN no: 8/DSN-MUI/IV/2000 juga dapat digunakan sebagai ladasan
syirkah.
a.
Al
– Qur’an (Q.s. An-Nisa: 12)
Artinya :
maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu
Q.s. Shad: 24
Artinya
: Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang
berserikat itu sebahagian mereka berbuat lalim kepada sebahagian yang lain,
kecuali orang orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh
Kedua ayat diatas menunjukkan perkenan & pengakuan Allah akan
adanya perserikatan dalam kepemilikan harta. Hanya saja dalam Q.s. An Nisa: 12
perkongsian terjadi secara otomatis karena waris, sementara dalam Q.s. Shad: 24
terjadi atas dasar akad.
b.
As – Sunnah
(HR. Abu Dawud dan
Hakim dan menyahihkan Sanadnya).
Artinya: “ Dari Abu
Hurairah yang dirafa’kan kepada Nabi
SAW. Bahwa Nabi SAW bersabda, sesungguhnya Allah SWT berfirman,” Aku adalah yang
ketika pada dua orang yang bersekutu, selama salah seorang dari keduanya tidak
mengkhianati temanya, Aku akan keluar dari persekutuan tersebut apabila salah
seorang menghianatinya.”
Maksudnya, Allah SWT
akan menolong dua orang yang bersekutu dan menurunkan berkah pada pandangan
mereka. Jika salah seorang menghianati persekutuan tersebut maka Allah akan
menghilangkan pertolongan dan keberkahan tersebut.
c.
Al- Ijma’
Umat Islam telah
sepakat bahea syirkah itu dibolehkan, Hanya saja mereka berbeda pendapat
tentang jenisnya.
C.
RUKUN DAN SYARAT SYIRKAH
Menurut mayoritas
ulama, rukun syirkah ada tiga yaitu:
1.
Aqidain (orang yang melakukan akad)
2.
Ma’qud alaih (Barang yang menjadi objek)
3.
Sighat (Ijab dan Qabul)
Sedangkan menurut ulama hanafiyah rukun
syirkah hanya sighat (ijab kabul). Karena sighat dapat mewakili semuanya.
Sighat dapat berjalan ketika ada aqidain dan ma’qud alaih. Jadi aqidain dan
ma’qud alaih tidak perlu dimasukkan dalam rukun.
Syarat – syarat akad syirkah :
Syarat-syarat akad musyarakah
diperinci sesuai dengan hal-hal yang terkait dengan rukunya. Secara terperinci,
syarat-syarat tersebut adalah:
1.
Syarat
aqidain:
a.
Akil
& baligh. Syarat ini mutlak berlaku bagi semua transaksi. Berbeda dengan
jumhur ulama yang menyaratkan akil baligh dalam akad musyarakah dan semua akad
dalam muamalah, aiamam abu hanifa menyebutkan syarat mumayyiz. Anak yang masih
mumayyiz dapat melakukan akad dengan seizin walinya.
b.
Memiliki
kemampuan dan kompetensi dalam memberikan dan menerima kuasa perwakilan. Jika
obyek musyarakah dikelola scara bersama-sama, maka kemampuan dan kompetensi
disyaratkan ada pada dua-duanya. Jika yan mengelola obyek akad tersebut adalah
salah satunya, maka persyaratan ini hanya diberlakukan kepada pihak pengelola.
Sedangkan pihak yang tidak mengelola hanya isyaratkan kompeten di dalam
memberikan kasa perwakilan.
2.
Syarat
yang terkain dengan ma’qud alaih (barang yang menjadi objek akad)
a.
Modal
berupa modal mitsli (barang yang bisa ditimbang , ditakar dan boleh diakad
salam). Harta mitsli adalah harta yang dapat ditemukan dalam pasaran.
b.
Sama
dalam jenis dan sifatnya, sekiranya barang tersebut bercampur maka “ tidak bisa
dibedakan”.
c.
Modal
terkumpul terlebih dahulu sebelum akad. Sehingga masing” pihak mengetahui porsi
masng-masing.
3.
Syarat
yang terkait dengan sighat (ucapan serah terima), sighat dalam akad musyarakah
disyaratkan berupa lafadz (ucapan) yang lugas dan menunjukkan adanya ijin dalam
pengelolaan dana. Maka jika lafadz hanya terbatas pada memberi pengertian
melakukan kerja sama (bersyarikat) saja, tanpa menunjukkan ada ijin dari kedua
pihak berserikat, maka akad ini dianggap tidak sah. Namun demikian menurut qaul
adzhar kata yang memberikan pengertian berserikat saja, dianggap sudah memenuhi
persyaratan jika hal tersebut sudah menjadi kebiasaan masyarakat. Dalam hal ini
dianggap syahnya akad musyarakah didasarkan pada urf yang berlaku
ditengah-tengah masyarakat.
D.
MACAM – MACAM SYIRKAH
1.
Syirkah Amlak
Kerjasama antara dua orang atau lebih yang memiliki harta bersama dalam
hal kepemilikan tanpa didahului atau melalui akad syirkah. Syirkah ini dibagi
dua:
a.
Syirkah Ikhtiyari
Perserikatan yang muncul akibat tindakan hukum orang yang
berserikat, seperti orang yang menerima harta wakaf, hibah, dll ketika membeli
suatu barang dan mereka menerimanya, maka itu menjadi milik mereka secara berserikat.
b.
Syirkah Ijbari
Sesuatu yang ditetapkan menjadi milik dua orang atau lebih, tanpa
kehendak dari mereka, seperti harta warisan.
2.
Syirkah Uqud
Akad yang disepakati dua orang atau lebih untuk mengikatkan diri
dalam perserikatan modal dan keuntungannya. Syirkah ini dibagi menjadi lima
bentuk, yaitu:
a.
Syirkah Inan
Kerjasama
antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak menyerahkan modal dan
juga kerja yang jumlahnya tidak harus sama. Keuntungan dibagi sesuai
kesepakatan sedangkan kerugian dibagi sesuai jumlah modal yang disertakan.
b.
Syirkah
mufawadhah
Kerjasama
antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak menyerahkan modal dan
kerjanya dalam jumlah yang sama. Dimana jika terjadi keuntungan dan kerugian
dibagi dalam jumlah yang sama
c.
Syirkah
wujuh
Kerjasama
tanpa modal dan hanya menggunakan nama baik. contoh: ada 2 orang yang
berserikat, Pihak I memberikan barang untuk dijual, pihak II menjualkan
barangnya, keuntungan dari jual beli tersebut dibagi bersama.
d.
Syirkah
abdan
Kerjasama
antara dua orang atau lebih yang berbeda profesi untuk menjalankan suatu pekerjaan.
Ex: desainer dengan konveksi.
e.
Syirkah
mudharabah
Kerjasama
antara pemilik modal dengan ppengelola dimana keuntungan akan dibagi sesuai
kesepakatan sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian
bukan berasal dari kkelalaian pengelola, syirkah mudharobah dibagi menjadi tiga
yaitu:
1)
Mudharabah
Muqayyadah
Bentuk
kerjasama antara shahibul maal & mudharib yang dibatasi cakupannya yaitu
pembatasan jenis usaha, waktu, ataupun tempat.
2)
Mudharabah
Mutlaqah
Bentuk
kerjasama antara shahibul maal & mudharib yang cakupannya sangat luas &
tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu & daerah bisnis
3)
Mudharabah
Mutsyarakah
a)
Fatwa
Dewan Syari'ah Nasional No: 50/DSN-MUI/III/2006
b)
Fatwa
Dewan Syari'ah Nasional No: 51/DSN-MUI/III/2006 (akad mudharabah mutsyarakah
pada asuransi musyarakah).
Bentuk kerjasama antara shahibul
maal dan mudharib dimana sang mudharib juga memberikan modal.
E.
Syirkah Kontemporer (Teori Percampuran)
Teori percampuran
(Natural Uncertainty Contract) adalah kontrak atau akad dalam bisnis yang tidak
memberikan kepastian pendapatan (return), baik dari segi jumlah (amount) maupun
(timing)nya.
Teori percampuran ini dibagi tiga:
1.
Percampura ‘ayn dengan ‘ayn
Misalnya : tukang kayu dan tukang batu bekerja sama utntuk
membangun sebuah rumah
2.
Percampuran ‘ayn dengan dayn
Yaitu syirkah mudharabah dan syirkah wujuh
Adapun dalam
hal ini termasuk juga akad mudharabah mutsyarakah dimana adanya pengembangan
akad antara mudharabah dan syirkah yang terdapat investasi dan kerjasama yang
prosedur dan pengauran tentang akan ini terdapat pada fatwa DSN No: 50 dan 51
(pada asuransi syariah.
Adapun
percampuran yang selanjutnya adalah musyarakah mutanaqisah dimana pencampuran
antara syirkah dan ijarah yan aplikasi dan keterangannya terdapat pada fatwa
dewan syarian nasional no: 73 tahun 2008 yang menyatakan bahwasanya Akad
Musyarakah Mutanaqisah terdiri dari akad Musyarakah/Syirkah dan Bai’
(jual-beli). adapun ketentuan yang lebih jelas dan lanjutnya dapat di lihat
pada fatwa DSN.
3.
Percampuran dayn dengan dayn
Yaitu syirkah mufawadhah dan syirkah inan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Akad musyarakah merupakan akad
kerjasama antara dua orang ataupun lebih dimana masing–masing pihak saling
memberikan kontribusi modalnya beserta ikut andil dalam mengelola usahanya.
Modal yang disetorkan dapat berupa uang kas ataupun barang. Tetapi jika modal
yang disetor berupa barang maka barang tersebut harus ditaksir secara jelas sesuai
dengan harga pasar yang berlaku ketika akad berlangsung supaya tidak terjadi
ketidak jelasan dalam pembagian keuntungan ataupun kerugian. Karena pembagian
keuntungan ataupun kerugian dibagi sesuai dengan modal yang disertakan.
Akad musyarakah ini juga sebagai
salah satu akad yang digunakan dalam perbankan syariah. Dalam perbankan syariah
akad ini sering digunakan dalam pembiayaan proyek dan juga modal ventura. Akad
musyarakah ini tidak hanya dapat digunakan untuk kerjasama antara orang satu
dengan yang lainnya , tetapi juga dapat diterapkan dalam perbankan syariah.
DAFTAR
PUSTAKA
Haroen, Nasrun. 2000.
Fiqh Muamalah. Jakarta : Gaya Media Pratama.
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta
: Penerbit
Gema Insani.
Syafei,
Rachmat. 2000 Fiqih Muamalah. Bandung
: Pustaka Setia.
0 komentar:
Posting Komentar