TAFSIR
AYAT-AYAT EKOMNOMI
MODAL
& PERDAGANGAN
A.
Q.S Al – Baqarah 279
فَإِنْ
لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ
فَلَكُمْ رُءُوسُ
أَمْوَالِكُمْ
لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ
Artinya :
Maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan
memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
`Ali bin Abi Talhah berkata bahwa Ibn` Abbas berkata tentang,
﴿فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مِّنَ اللَّهِ
وَرَسُولِهِ﴾
(Dan jika Anda tidak melakukannya,
kemudian mengambil pernyataan perang dari Allah dan Rasul-Nya,)
"Barangsiapa terus berurusan dengan riba dan tidak menahan diri dari itu,
maka Pemimpin Muslim harus meminta dia untuk bertobat. Jika ia tetap
tidak menahan diri dari riba, Pemimpin Muslim harus memotong
kepalanya.''
﴿وَإِن تُبتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَلِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ﴾
(Tetapi jika Anda bertobat, Anda akan memiliki jumlah modalAnda. Deal tidak adil) dengan mengambil riba,...
﴿وَلاَ تُظْلَمُونَ﴾
(Dan kamu tidak akan dianiaya) yang berarti, modal awal Anda tidak akan berkurang. Sebaliknya, Anda akan menerima hanya apa yang dipinjamkan tanpa menambah atau mengurangi.
Dalam surat Al Baqarah : 279,
penafsiran pada kitab tafsir Al Misbah bahwa :
Melaksanakan perintah Allah sebagaimana yang termaktub dalam ayat
sebelumnya, Jika tidak melaksanakannya yaitu tetap memungut sisa riba, maka
akan terjadi perang yang dahsyat dari Allah dan RasulNya. Namun jika kita
bertaubat, yaitu tidak melakukan transaksi dan mengambil sisa riba, maka perang
tidak akan terjadi. Dan kita boleh mengambil pokok harta dari merka. Dengan
demikian kita tidak menganiaya meraka dengan membebani bunga dan kita tidak
pula dianiaya oleh mereka karena kita mendapatkan modal yang kita berikan. Dan
jika mereka tidak mampu membayar hendaklah kita memberi kelonggaran sebagaimana
termaktub surat berikutnya.
B. An Nissa’ 29
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ
إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Artinya :
Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.
Ayat ini membahas bagaimana
cara manusia mendapatkan harta, sebagaimana ayat sebelumnya yang membahas
tentang perkawinan, maka wajar ayat ini membahas atau memberi tuntunan mengenai
cara memperoleh harta, karena paling tidak perkawinan membutuhkan harta. Jika
dalam ayat-ayat lain membahas perolehan harta melalui warisan atau maskawin,
maka dalam ayat ini dibicarakan memperoleh harta melalui upaya masing-masing. Karena
harta benda mempunyai kedudukan dibawah nyawa, bahkan terkadang nyawa
didapatkan untuk mempertaruhkan ataupun memperoleh hatra, maka pesan ayat
selanjutnya “… Dan janganlah membunuh diri kamu sendiri…” ataupun orang lain
secara tidak hak, dan jika kita membunuh orang lain maka kita terancam dibunuh
karena “…Sesungguhnya Allah terhadap kamu maha penyayang..”.
Penggunaan kata ‘makan’
dalam surat ini berarti karena kebutuhan pokok manusia adalah makan. Kemudian
kata ‘amwalakun’ yang dimaksud ialah harta yang beredar yang di
ibaratkan sebagai roda perekonomian yang dilakukan dengan jalan perniagaan,
sewa, ataupun sedekah. Kata ‘bainakum’ mengartikan bahwa hatra berada ditengah /
diantara kedua belah pihak yang tengah bertransaksi. Hal ini mengindikasikan
adanya tarik menarik antara pedagang dan penjual, namun yang terbaik ialah
bilamana terdapat kesepakatan yang menguntungkan kedua pihak. Kemudian
dirangkaikannya kata ‘bainakum’, memberi kesan / petunjuk bahwa memakan
/ memperoleh harta yang dilarang itu ialah mengelaknya antar mereka serta
perpindahannya dari seorang ke orang lain, dengan demikian larangan memakan
harta yang berada ditengah mereka dengan bathil, juga mengandung artian
larangan melakukan transaksi yang tidak mengantarkan masyarakat pada kesuksesan
namun sebaliknya menyebabkan kehancuran seperti praktek riba, judi, juga dengan
penipuan, dll.
Kata ‘batil’ menekankan
keharusan mengikuti aturan –aturan yagn ditatapkan dan tidak melakukan
pelanggaran terhadap syariat. Kemudian kata عَنْ
تَرَاضٍ مِنْكُمْ
menekankan keharusan adanya kerelaan yang
terwujud dalam ijab qabul.
Ayat ini menjelaskan betapa pentingnya
kegiatan dalam ekonomi / dengan perniagaan yang dilakukan beradasarkan syariat,
sebagaimana ancaman yang termaktub dalam ayat selanjutnya.
C. Al Baqarah 16
أُولَئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الضَّلالَةَ بِالْهُدَى فَمَا
رَبِحَتْ تِجَارَتُهُمْ وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ
Artinya :
Mereka itulah orang yang
membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka
dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.
Dalam tafsir Al Misbah, “Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan
petunjuk…” mengisyaratkan bahwa mereka meninggalkan
fitrah keberagamaan dan menggantikan dengan kekufuran, “..Maka tidaklah
beruntung perniagaan mereka dan sejak dahulu tidaklah termasuk kelompok
orang “yang mendapatkan keuntungan”, ini berarti mereka tidak menyiapkan diri
untuk menerima dan memanfaatkan petunjuk atau sejak semula mereka bukanlah
orang yang mengetahui seluk beluk perniagaan, sehingga tidak memperoleh
keuntungan. Kata وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ memiliki arti tidak
mendapat petunjuk dalam usaha mereka, bukan karena tidak mempunyai
pengetahuan tentang perniagaan, tetapi menekankan pada kesalahan memilih barang
dagangan. Ayat ini mengartikan bahwa tidak memperoleh keuntungan dalam
perniagaan mereka, bahkan mereka merugi dan kefilangan modal seperti yang
termaktub surah berikutnya.
0 komentar:
Posting Komentar