Pages

http://ariefmuliadi30.blogspot.com/. Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 16 April 2013

Teori Perolehan Jasa


BAB I
1.      PENDAHULUAN

            Perkembangan perbankan Syariah dengan menggunakan prinsip Syariah atau lebih dikenal dengan nama Bank Syariah di Indonesia bukan merupakan hal yang asing lagi. Mulai awal tahun 1990 telah terealisasikan ide tentang adanya Bank Islam di Indonesia, yang merupakan bentuk penolakan terhadap sistem riba yang bertentangan dengan hukum Islam.
            Peran perbankan lebih menyentuh kepada masyarakat luas, karena terkait langsung dengan kegiatan ekonomi keseharian. Sehingga dalam perkembangannya peran lembaga keuangan Syariah masih menunjukkan dominasi dalam mempengaruhi perkembangan ekonomi Syariah. Disamping itu kemunculan Bank Syariah cenderung lebih disebabkan karena keinginan masyarakat untuk melaksanakan transaksi perbankan ataupun kegiatan ekonomi secara umum yang sejalan dengan nilai dan prinsip Syariah, maka dikeluarkanlah berbagai macam bentuk produk Bank Syariah yang meliputi jual-beli, pembiayaan dan jasa yang tidak terdapat unsur riba di dalamnya. Adapun yang akan dibahas pada pemakalah ini berupa produk jasa yang meliputi: Hiwalah, Kafalah, Wakalah, Ar-Rahn, Wadi’ah.
            Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai produk jasa Bank Syariah diatas, akan kami jabarkan dalam makalah kami ini.







BAB II
2.      PEMBAHASAN
A.    AL HIWALAH
a.      Pengertian Hiwalah
            Pengertian hiwalah diambil dari kata tahwil yang berarti Intiqal (perpindahan). Yang dimaksud perpindahan disini adalah memindahkan hutang dari tanggungan orang yang berhutang (Muhil) menjadi tanggungan orang yang berkewajiban membayar hutang (muhal alaih) dan orang yang menghutangkan (Muhal). Hiwalah dilaksanakan sebagai tindakan yang tidak membutuhkan ijab dan qabul dan menjadi sah dengan sikap yang menunjukkan hal tersebut. Dalam konsep hukum perdata, hiwalah adalah serupa dengan lembaga pengambil alihan hutang, atau lembaga pelepasan hutang atau penjualan hutang, atau lembaga penggantian kreditur atau penggantian debitur.
b.      Landasan Hukum Hiwalah
            Islam membenarkan hiwalah dan membolehkannya, karena ia diperlukan. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: “menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah kezaliman. Dan jika salah seorang tamu di ikutkan (di hiwalahkan) kepada orang yang kaya yang mampu terimalah hiwalah itu”.
c.       Syarat-syarat sahnya Hiwalah
Adapun syarat sah hiwalah sebagai berikut :
1)      Relanya pihak Muhil dan Muhal tanpa muhal alaih, berdasarkan dalil kepada hadits dimuka.
2)      .Samanya kedua hak, baik jenis maupun kadarnya, penyelesaian, tempo waktu, mutu baik dan buruk.
3)      Stabilnya hutang.
4)      Bahwa kedua hak tersebut diketahui dengan jelas.
d.      Implementasi dalam Perbankan
Dalam praktek perbankan Syariah fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan usahanya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan hutang.
Untuk mengantisipasi kerugian yang akan timbul Bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang berhutang dan kebenaran transaksi antara yang memindahkan hutang dengan yang berhutang.
Karena kebutuhan supplier akan di likuiditas, maka ia meminta Bank untuk mengalih piutang. Bank akan menerima pembayaran dari pemilik proyek.
e.       Aplikasi dalam Perbankan
Kontrak hiwalah biasanya diterapkan dalam hal-hal berikut:
1)      Factoring atau anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki hutang pada pihak ke 3 memindahkan piutang itu kepada Bank.
2)      Post-dated check, dimana Bank bertindak sebagai juru tagih tanpa membayarkan dulu piutang tersebut.
3)      Bill discounting. Secara prinsip, bill discounting serupa dengan hiwalah. Hanya saja, dalam bill discounting nasabah hanya membayar fee, sedangkan pembahasan fee tidak di dapati dalam kontrak hiwalah.


f.       Manfaat Hiwalah
Seperti gambar diatas akad hiwalah banyak sekali manfaat dan keuntungan diantaranya:
1)      Memungkinkan penyelesaian hutang dan piutang dengan cepat dan simultan.
2)      Tersedianya talangan dana untuk hibah bagi yang membutuhkan.
3)      Dapat menjadi salah satu fee-based income sumber pendapatan non-pembiayaan bagi Bank Syariah.
            Adapun risiko yang harus diwaspadai dari kontrak hiwalah adalah adanya kecurangan nasabah dengan member invoice palsu (ingkar janji) atau wanprestasi, untuk memenuhi kewajiban hiwalah ke Bank.
B.     KAFALAH
a.      Pengertian Kafalah
            Dalam pengertian bahasa kafalah berarti adh-dhammu (menggabungkan), Al-kafalah yang merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ke 3 untuk memenuhi kewajiban pihak ke 2 atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain, kafalah juga berarti mengalihkan tanggungjawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggungjawab orang lain sebagai jaminan.
b.      Landasan Hukum
Al- hadits:
            “Telah dihadapkan pada Rasulullah mayat seorang laki-laki untuk di shalatkan. Rasulullah SAW bertanya, apakah dia punya warisan? Para sahabat menjawab tidak, Rasulullah bertanya lagi, apakah dia mempunyai hutang? Para sahabat menjawab ya, sebesar 3 dinar. Rasulullah pun menyuruh para sahabat untuk menshalatkannya (tetapi beliau sendiri tidak). Abu Qatadhah lalu berkata, saya menjamin hutangnya ya Rasulullah”. Rasulullah pun menshalatkan mayat tersebut. (H.R Bukhari no. 2127, kitab al-Hawalah).
c.       Implementasi Perbankan
1)      Bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajibn pembayaran. Bank dapat mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn.
2)      Bank dapat spukla menerima dana tersebut dengan prinsip wadiah. Bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan.
3)      Transaksi yang masuk dalam akad-akad kafalah adalah; Bank garansi dengan segala variasinya, dan letter of credit dengan segala jenis dan variasinya.
C.    WAKALAH
a.      Pengertian Wakalah
Wakalah atau wikalah berarti menyerahkan, pendelegasian atau pemberian mandat dalam bahasa arab, hal ini dipahami sebagai At-tafwidh. Tetapi yang dimaksud dalam hal ini wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seorang sebagai pihak pertama kepada orang lain kepada pihak kedua dalam hal-hal yang diwakilkan.
b.      Landasan Hukum
Al-Quran :
y7Ï9ºxŸ2ur óOßg»oY÷Wyèt/ (#qä9uä!$|¡tGuŠÏ9 öNæhuZ÷t/ 4 tA$s% ×@ͬ!$s% öNåk÷]ÏiB öNŸ2 óOçFø[Î6s9 ( (#qä9$s% $uZø[Î7s9 $·Böqtƒ ÷rr& uÙ÷èt/ 5Qöqtƒ 4 (#qä9$s% öNä3š/u ÞOn=ôãr& $yJÎ/ óOçFø[Î6s9 (#þqèWyèö/$$sù Nà2yymr& öNä3Ï%ÍuqÎ/ ÿ¾ÍnÉ»yd n<Î) ÏpoYƒÏyJø9$# öÝàZuŠù=sù !$pkšr& 4x.ør& $YB$yèsÛ Nà6Ï?ù'uŠù=sù 5-ø̍Î/ çm÷YÏiB ô#©Ün=tGuŠø9ur Ÿwur ¨btÏèô±ç öNà6Î/ #´ymr& ÇÊÒÈ  

Artinya: ”Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)”. mereka menjawab: “Kita berada (disini) sehari atau setengah hari”. berkata (yang lain lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia Lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia Berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun”. Q.S Al-Kahfi : 19
tA$s% ÓÍ_ù=yèô_$# 4n?tã ÈûÉî!#tyz ÇÚöF{$# ( ÎoTÎ) îáŠÏÿym ÒOŠÎ=tæ ÇÎÎÈ  
Artinya: Berkata Yusuf: “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan”. Q.S. Yusuf :55
Al-Hadits
Bahwa Rasulullah SAW mewakilkan kepada Abu Rafi dan seorang anshar untuk mewakilinya mengawini Maemunah binti Harist.
Dalam kehidupan sehari-hari,Rasulullah telah mewakilkan kepada orang lain untuk berbagai urusan. Di antaranya adalah membayar hutang, mewakilkan penetapan had dan membayarnya, mewakilkan pengurusan unta, membagi kandang hewan, dan lain-lainnya.
 Ijma’
Para ulama pun bersepakat dengan ijma’ atas dibolehkannya wakalah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan alas an bahwa hal tersebut termasuk jenis ta’awun atau tolong-menolong atas dasar kebaikan dan taqwa.
Allah berfirman:
(#qçRur$yès?ur n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ  
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah kamu tolong-menolong dalam (mengerjakan) dosa dan permusuhan”. (Q.S. Al-Maidah:2)
c.       Rukun-rukunnya
Al-wakalah adalah termasuk akad. Rukunnya adalah ijab dan qabul, dan apabila tidak memenuhi perukunannya maka akad tersebut tidak sah. Di dalam wakalah tidak disyaratkan adanya lafaz tertentu, akan tetapi ia sudah sah dengan apa saja yang dapat menunjukkan hal itu, baik berupa ucapan maupun perbuatan.
Akad wakalah sah dengan cara tanjiz, ta’liq dan dipautkan dengan masa yang akan datang. Ia pun akan sah dengan ditentukan waktunya, atau dengan kerja tertentu.
Yang dimaksud tanjiz adalah, seperti:”Aku mandatkanmu (wakilkan kepadamu) untuk membeli anu”. Sedangkan yang dimaksud dengan ta’liq adalah seperti:”Jika ini berhasil, maka kamu menjadi wakilku”, dan yang dimaksud dengan mempautkan dengan masa yang akan datang adalah seperti:”Jika bulan Ramadhan telah tiba, maka aku memandatkanmu untukku”.
Yang dimaksud dengan penentuan waktu adalah seperti:”Aku mandatkan kepadamu selama satu tahun untuk mengerjakan…..”.
Wakalah terkadang juga sebagai sumbangan dari orang yang mewakili, dan terkadang dengan upah, karena hal ini sebagai tindakan untuk orang lain yang baginya bukan kemestian. Sehingga boleh mengambil ganti (Upah) untuk perbuatan itu. misalnya: jika orang yang mewakilkan mengatakan:”juallah ini dengan harga sepuluh dan lebihnya untukmu”. Hal ini dinyatakan sah, dan ia berhak memperoleh kelebihannya.
d.      Syarat-syaratnya
Wakalah tidak akan sah kecuali jika semua syarat-syaratnya sempurna. Syarat-syaratnya itu diantaranya:
1)      Syarat-syarat yang Mewakilkan
Yang dimaksud syarat yang mewakilkan adalah pemilik yang dapat bertindak dari sesuatu yang ia wakilkan. Jika ia bukan sebagai pemilik yang dapat bertindak, perwakilannya tidak sah. Seperti orang gila dan anak kecil yang belum dapat membedakan. Salah satu dari keduanya dapat mewakilkan yang lainnya, karena keduanya telah kehilangan pemilikan, ia tidak memiliki hak bertindak.
2)      Syarat-syarat yang mewakili
Syarat ini disyaratkan pada orang yang mewakili; orang berakal, kalau dia orang gila atau idiot, atau anak kecil yang tidak dapat membedakan, maka tidak sah.
3)      Syarat-syarat untuk hal yang diwakilkan
Disyaratkan pada hal yang diwakilkan (muwakkal fih) adalah bahwa ia diketahui oleh orang yang mewakili, atau tidak diketahui ia itu buruk perlakuannya. Kecuali jika diserahkan penuh oleh orang yang engkau kehendaki”. Dan disyaratkan pula bahwa hal itu dapat diwakilkan.
Hal ini berlaku untuk semua akad, yang boleh bagi manusia untuk ia akadkan sendiri, seperti jual beli, sewa menyewa, berhutang, damai, hibah dan lain sebagainya.

e.       Berakhirnya Akad Wakalah
Akad wakalah berakhir jika terjadi hal sebagai berikut:
1)      Matinya salah seorang dari yang berakad, atau menjadi gila,. Karena salah satu syarat wakalah adalah hidup dan berakal. Apabila terjadi kematian, atau gila, berarti syarat sahnya menjadi tidak ada.
2)      Di hentikannya pekerjaan dimaksud. Karena jika telah terhenti, dalam keadaan ini wakalah tidak mempunyai makna lagi.
3)      Pemutusan oleh orang yang mewakilkan terhadap wakil sekalipun ia belum tahu.
4)      Wakil memutuskan sendiri. Tidak diperlukan orang yang mewakilkan mengetahui pemutusan dirinya atau tidak diperlukan kehadirannya.
5)      Keluarnya orang yang mewakilkan dari status pemilikan.
f.       Aplikasinya Dalam Perbankan
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada Bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan letter of credit dan transfer uang.
Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad pemberian kuasa harus cakap hukum. Khususnya pada pembukaan letter of credit, apabila dana nasabah ternyata tidak cukup, maka penyelesaian L/C dapat dilakukan dengan pembiayaan murabbahah, salam, ijarah, mudharabah, atau musyarakah.
Tugas, wewenang dan tanggung jawab Bank harus jelas sesuai kehendak nasabah Bank. Setiap tugas yang dilakukan harus mengatasnamakan nasabah dan harus dilaksanakan oleh Bank. Atas pelaksanaan tugasnya tersebut, Bank mendapat pengganti biaya berdasarkan kesepakatan bersama. Pemberian kuasa berakhir setelah tugas dilaksanakan dan disetujui bersama antara nasabah dengan Bank.

D.    AR-RAHN
a.       Pengertian Ar- Rahn
Ar-Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.Dengan ketentan barang ayng ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis.Dengan demikian,pihak yang menahan memper oleh jaminanuntuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangmya.Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.
Menurut bahsanya rahn adalah tetap dan lestari,seperti seprti juga dinamai al-habsu,artinya penahan,seperti dikatakan ni’matun rahinah,artinya karunia yang tetap dan lestari.
b.      Landasan hukum
Al-Qur’an:
* bÎ)ur óOçFZä. 4n?tã 9xÿy öNs9ur (#rßÉfs? $Y6Ï?%x. Ö`»yd̍sù ×p|Êqç7ø)¨B ( ÷bÎ*sù z`ÏBr& Nä3àÒ÷èt/ $VÒ÷èt/ ÏjŠxsãù=sù Ï%©!$# z`ÏJè?øt$# ¼çmtFuZ»tBr& È,­Guø9ur ©!$# ¼çm­/u 3 Ÿwur (#qßJçGõ3s? noy»yg¤±9$# 4 `tBur $ygôJçGò6tƒ ÿ¼çm¯RÎ*sù ÖNÏO#uä ¼çmç6ù=s% 3 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÒOŠÎ=tæ ÇËÑÌÈ  
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Ayat tersebut secara eksplit menyebutkan”barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)”.Dalam dunia financial,barang tanggungan biasa dikenal sebagai jaminan (collateral)atau objek pegadaian.
c.       Aplikasi perbankan
Kontrak rahn dipakai dalam perbankan dalam dua hal berikut:
1)      Sebagai produk pelengkap
Rahn dipaki sebagai produk pelengkap artinya sebagai akad tambahan (jaminan/collateral) terhadap produk lain seperti dalam pembiayaan bai’ al-murabahah.
2)      Sebagai produk tersendiri
Dibeberapa negara Islam termasuk diantaranya Malaysia,akad rahn telah dipakai sebagai alternative dari pegadaian konvesional.bedanya dengan pegadaian biasa,dalam rahn,nasabah tidak dikenakan bunga:yang dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan,pemeliharaan,penjagaan serta penaksiran.
d.      Manfaat Ar-Rahn
Manfaat yang dapat diambil oleh Bank dari prinsip ar-rahn adalah sebagai berikut:
1)      Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain-main dengan fasilitas pembiayaan yang diberikan Bank.
2)      Memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tiadak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena ada suatu asset ataau barang (marhun) yang dipegang oleh Bank.
3)      Jika rahn diterapkan dalam mekanisme pegadaian,sudah barang tentu akan sangat membantu saudara kita yang kesulitan dana,terutama di daerah-daerah.
Adapun manfaat yang langsung didapat Bank adalah biaya-biaya konkret yang harus dibayar oleh nasabah untuk pemeliharaan dan keamanan aset tersebut.
e.       Risiko Ar-Rahn
Adapun risiko yang mungkin terdapat pada rahn apabila diterapkan sebagai produk adalah:
1)      Risiko tak terbayarnya utang nasabah (wanprestasi)
2)      Risiko menurunnya nilai asset yang ditahan atau rusak.
E.     WADI’AH
a.      Pengertian
Dalam tradisi fiqih islam, prinsip titipan/simpanan dikenal dengan prinsip wadi’ah. Al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang dijaga dan dikembalikan saja si penitip menghendaki.
Maknanya adalah perjanjian antara pemilik barang (termasuk uang), dimana pihak penyimpan bersedia menyimpan bersedia menyimpan dan menjaga keselamatan barang yang dititipkan kepadanya.
b.      Landasan Syariah
Al-Qur’an
* ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù'tƒ br& (#rŠxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sŒÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $­KÏèÏR /ä3ÝàÏètƒ ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿxœ #ZŽÅÁt/ ÇÎÑÈ  
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.”
Al-Hadist
عن ابى هريرة قال : قال النبى صرم ادالامانة الى من ائتمنك ولا تخن من خنك
Artinya : “Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Sampaikanlah (tunaikanlah) amanat kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas berkhianat kepada orang yang telah menghianatimu”.
c.       Rukun dan syarat wadi’ah
Adapun Rukun Wadi’ah sebagai berikut :
1)         Orang yang berakad, yaitu :
·   Pemilik barang / penitip (muwadi’)
·   Pihak yang menyimpan / dititipi (mustauda’)
2)         Barang / uang yang dititipkan (wadi’ah)
3)         Ijab qobul / kata sepakat (sighot)
d.      Syarat Wadi’ah
1)      Orang yang berakad harus :
·         Baligh
·         Berakal
·         Cerdas
2)            Barang titipan harus :
·   Jelas (diketahui jenias / indentitasnya)
·   Dapat di pegang
·   Dapat dikuasai untuk di pelihara
e.       Jenis Wadi’ah
1)      Yad Adh-Dhamanah
Yaitu akad penitipan barang / uang, dimana pihak penerimaan titipan dapat memanfaatkannya dan harus bertanggung jawab atas kerusakan dan kehilangan.
2)      Yad Al-Amanah
Yaitu : titipan murni, yang artinya orang yang diminta untuk menjaga barang titipan diberikan amanat atau kepercayaan untuk menjaga barang tersebut dari segala hal yang dapat merusaknya.
Perbedaan :
1)      Yad Adh-Dhamanah
·         Obyek boleh dimanfaatkan
·         Kerusakan ditanggung pengguna
·         Biaya perawatan ditanggung pengguna
2)      Yad Al-Amanah

·         Obyek tidak boleh dimanfaatkan
·         Kerusakan ditanggung oleh pemilik
·         Biaya perawatan ditanggung pemilik

f.        Wadiah dalam Menejemen pembiayaan
Bank sebagai penerima simpanan dapat memanfaatkan wadi’ah untuk tujuan :
1)      Giri
2)      Tabungan
Sebagai konsekuen dari Yad-Adh Dhamanah, semua keuntungan dihasilkan dari dana titipan tersebut menjadi milik Bank (juga menanggung seluruh kemungkinan kerugian), sedangkan si penyimpan mendapat imbalan jaminan keamanan terhadap barangnya dan juga Bank tidak dilarang memberikan bonus yang merupakan kebijakan dari manajemen Bank.
               Dalam perbankan modern yang penuh dengan kompetensi, insentif atau bonus semacam ini dijadikan sebagai Banking policy untuk merangsang semangat menabung yang sebagai indicator kesehatan Bank.














DAFTAR PUSTAKA

Hosen, M. Nadratuzzaman. 2007. Tuntunan Praktis Menggunakan Jasa Perbankan Syariah. Jakarta:Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah.
Sabiq, Sayyid.  Fikih Sunnah. Bandung: Pustaka Percetakan Offset.
Antonio, Syafi’i. 2008. Bank Syariah: suatu pengenalan umum. Jakarta: Tazkia Institute.
Sudarsono, Heri. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Ekonisia.
Ali, AM Hasan. 2007. Materi Dakwah Ekonomi Syariah. Jakarta: Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah.

0 komentar:

Posting Komentar