BAB
I
1.
PENDAHULUAN
Perkembangan perbankan Syariah dengan menggunakan prinsip Syariah atau lebih dikenal dengan nama Bank Syariah di Indonesia bukan merupakan hal yang asing lagi. Mulai awal tahun 1990 telah terealisasikan ide tentang adanya Bank Islam di Indonesia, yang merupakan bentuk penolakan terhadap sistem riba yang bertentangan dengan hukum Islam.
Peran perbankan lebih menyentuh kepada masyarakat luas,
karena terkait langsung dengan kegiatan ekonomi keseharian. Sehingga dalam
perkembangannya peran lembaga keuangan Syariah masih menunjukkan dominasi dalam
mempengaruhi perkembangan ekonomi Syariah. Disamping itu kemunculan Bank Syariah
cenderung lebih disebabkan karena keinginan masyarakat untuk melaksanakan
transaksi perbankan ataupun kegiatan ekonomi secara umum yang sejalan dengan
nilai dan prinsip Syariah, maka dikeluarkanlah berbagai macam bentuk produk Bank
Syariah yang meliputi jual-beli, pembiayaan dan jasa yang tidak terdapat unsur
riba di dalamnya. Adapun yang akan dibahas pada pemakalah ini berupa produk
jasa yang meliputi: Hiwalah, Kafalah, Wakalah, Ar-Rahn, Wadi’ah.
Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai produk jasa Bank Syariah
diatas, akan kami jabarkan dalam makalah kami ini.
BAB
II
2.
PEMBAHASAN
A.
AL HIWALAH
a.
Pengertian Hiwalah
Pengertian hiwalah diambil dari kata
tahwil yang berarti Intiqal (perpindahan). Yang dimaksud perpindahan disini
adalah memindahkan hutang dari tanggungan orang yang berhutang (Muhil) menjadi
tanggungan orang yang berkewajiban membayar hutang (muhal alaih) dan orang yang
menghutangkan (Muhal). Hiwalah dilaksanakan sebagai tindakan yang tidak
membutuhkan ijab dan qabul dan menjadi sah dengan sikap yang menunjukkan hal
tersebut. Dalam konsep hukum perdata, hiwalah adalah serupa dengan lembaga
pengambil alihan hutang, atau lembaga pelepasan hutang atau penjualan hutang,
atau lembaga penggantian kreditur atau penggantian debitur.
b.
Landasan Hukum Hiwalah
Islam membenarkan hiwalah dan
membolehkannya, karena ia diperlukan. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari
Abu Hurairah Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: “menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah kezaliman. Dan jika salah seorang tamu di ikutkan (di hiwalahkan) kepada orang yang kaya yang mampu terimalah hiwalah itu”.
Artinya: “menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah kezaliman. Dan jika salah seorang tamu di ikutkan (di hiwalahkan) kepada orang yang kaya yang mampu terimalah hiwalah itu”.
c.
Syarat-syarat sahnya
Hiwalah
Adapun syarat sah hiwalah sebagai berikut :
1)
Relanya pihak Muhil dan Muhal
tanpa muhal alaih, berdasarkan dalil kepada hadits dimuka.
2)
.Samanya kedua hak, baik jenis
maupun kadarnya, penyelesaian, tempo waktu, mutu baik dan buruk.
3)
Stabilnya hutang.
4)
Bahwa kedua hak tersebut
diketahui dengan jelas.
d.
Implementasi dalam Perbankan
Dalam praktek perbankan Syariah
fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar
dapat melanjutkan usahanya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan
hutang.
Untuk mengantisipasi
kerugian yang akan timbul Bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak
yang berhutang dan kebenaran transaksi antara yang memindahkan hutang dengan
yang berhutang.
Karena kebutuhan supplier
akan di likuiditas, maka ia meminta Bank untuk mengalih piutang. Bank akan
menerima pembayaran dari pemilik proyek.
e.
Aplikasi dalam Perbankan
Kontrak hiwalah biasanya
diterapkan dalam hal-hal berikut:
1)
Factoring atau anjak piutang,
dimana para nasabah yang memiliki hutang pada pihak ke 3 memindahkan piutang
itu kepada Bank.
2)
Post-dated check, dimana Bank
bertindak sebagai juru tagih tanpa membayarkan dulu piutang tersebut.
3)
Bill discounting. Secara
prinsip, bill discounting serupa dengan hiwalah. Hanya saja, dalam bill
discounting nasabah hanya membayar fee, sedangkan pembahasan fee tidak di
dapati dalam kontrak hiwalah.
f.
Manfaat Hiwalah
Seperti gambar diatas akad hiwalah banyak
sekali manfaat dan keuntungan diantaranya:
1)
Memungkinkan penyelesaian
hutang dan piutang dengan cepat dan simultan.
2)
Tersedianya talangan dana untuk
hibah bagi yang membutuhkan.
3)
Dapat menjadi salah satu
fee-based income sumber pendapatan non-pembiayaan bagi Bank Syariah.
Adapun risiko yang harus diwaspadai
dari kontrak hiwalah adalah adanya kecurangan nasabah dengan member invoice
palsu (ingkar janji) atau wanprestasi, untuk memenuhi kewajiban hiwalah ke Bank.
B.
KAFALAH
a.
Pengertian Kafalah
Dalam pengertian bahasa kafalah
berarti adh-dhammu (menggabungkan), Al-kafalah yang merupakan jaminan yang
diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ke 3 untuk memenuhi kewajiban
pihak ke 2 atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain, kafalah juga berarti
mengalihkan tanggungjawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada
tanggungjawab orang lain sebagai jaminan.
b.
Landasan Hukum
Al- hadits:
“Telah dihadapkan pada Rasulullah
mayat seorang laki-laki untuk di shalatkan. Rasulullah SAW bertanya, apakah dia
punya warisan? Para sahabat menjawab tidak, Rasulullah bertanya lagi, apakah
dia mempunyai hutang? Para sahabat menjawab ya, sebesar 3 dinar. Rasulullah pun
menyuruh para sahabat untuk menshalatkannya (tetapi beliau sendiri tidak). Abu
Qatadhah lalu berkata, saya menjamin hutangnya ya Rasulullah”. Rasulullah pun
menshalatkan mayat tersebut. (H.R Bukhari no. 2127, kitab al-Hawalah).
c.
Implementasi Perbankan
1)
Bank dapat diberikan dengan
tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajibn pembayaran. Bank dapat mempersyaratkan
nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn.
2)
Bank dapat spukla menerima dana
tersebut dengan prinsip wadiah. Bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang
diberikan.
3)
Transaksi yang masuk dalam
akad-akad kafalah adalah; Bank garansi dengan segala variasinya, dan letter of
credit dengan segala jenis dan variasinya.
C.
WAKALAH
a.
Pengertian Wakalah
Wakalah atau wikalah
berarti menyerahkan, pendelegasian atau pemberian mandat dalam bahasa arab, hal
ini dipahami sebagai At-tafwidh. Tetapi yang dimaksud dalam hal ini wakalah
adalah pelimpahan kekuasaan oleh seorang sebagai pihak pertama kepada orang
lain kepada pihak kedua dalam hal-hal yang diwakilkan.
b.
Landasan Hukum
Al-Quran :
y7Ï9ºx2ur óOßg»oY÷Wyèt/ (#qä9uä!$|¡tGuÏ9
öNæhuZ÷t/ 4 tA$s%
×@ͬ!$s%
öNåk÷]ÏiB öN2
óOçFø[Î6s9 ( (#qä9$s%
$uZø[Î7s9 $·Böqt
÷rr& uÙ÷èt/ 5Qöqt 4 (#qä9$s%
öNä3/u
ÞOn=ôãr&
$yJÎ/
óOçFø[Î6s9 (#þqèWyèö/$$sù
Nà2yymr& öNä3Ï%ÍuqÎ/ ÿ¾ÍnÉ»yd n<Î) ÏpoYÏyJø9$#
öÝàZuù=sù
!$pkr&
4x.ør&
$YB$yèsÛ
Nà6Ï?ù'uù=sù 5-øÌÎ/
çm÷YÏiB ô#©Ün=tGuø9ur
wur ¨btÏèô±ç öNà6Î/ #´ymr&
ÇÊÒÈ
Artinya: ”Dan demikianlah Kami bangunkan
mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah
seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)”. mereka
menjawab: “Kita berada (disini) sehari atau setengah hari”. berkata (yang lain
lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka
suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang
perakmu ini, dan hendaklah Dia Lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka
hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia Berlaku lemah-lembut
dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun”. Q.S
Al-Kahfi : 19
tA$s% ÓÍ_ù=yèô_$#
4n?tã ÈûÉî!#tyz
ÇÚöF{$#
( ÎoTÎ) îáÏÿym
ÒOÎ=tæ ÇÎÎÈ
Artinya: Berkata Yusuf: “Jadikanlah aku
bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga,
lagi berpengetahuan”. Q.S. Yusuf :55
Al-Hadits
“Bahwa Rasulullah SAW mewakilkan kepada
Abu Rafi dan seorang anshar untuk mewakilinya mengawini Maemunah binti Harist.
Dalam kehidupan
sehari-hari,Rasulullah telah mewakilkan kepada orang lain untuk berbagai urusan.
Di antaranya adalah membayar hutang, mewakilkan penetapan had dan membayarnya,
mewakilkan pengurusan unta, membagi kandang hewan, dan lain-lainnya.
Ijma’
Para ulama pun bersepakat dengan ijma’ atas
dibolehkannya wakalah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan
alas an bahwa hal tersebut termasuk jenis ta’awun atau tolong-menolong atas
dasar kebaikan dan taqwa.
Allah berfirman:
(#qçRur$yès?ur n?tã
ÎhÉ9ø9$# 3uqø)G9$#ur
( wur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur
©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$#
ÇËÈ
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah kamu tolong-menolong dalam
(mengerjakan) dosa dan permusuhan”. (Q.S. Al-Maidah:2)
c.
Rukun-rukunnya
Al-wakalah adalah
termasuk akad. Rukunnya adalah ijab dan qabul, dan apabila tidak memenuhi
perukunannya maka akad tersebut tidak sah. Di dalam wakalah tidak disyaratkan
adanya lafaz tertentu, akan tetapi ia sudah sah dengan apa saja yang dapat
menunjukkan hal itu, baik berupa ucapan maupun perbuatan.
Akad wakalah sah dengan cara tanjiz, ta’liq dan dipautkan dengan masa yang akan datang. Ia pun akan sah dengan ditentukan waktunya, atau dengan kerja tertentu.
Yang dimaksud tanjiz adalah, seperti:”Aku mandatkanmu (wakilkan kepadamu) untuk membeli anu”. Sedangkan yang dimaksud dengan ta’liq adalah seperti:”Jika ini berhasil, maka kamu menjadi wakilku”, dan yang dimaksud dengan mempautkan dengan masa yang akan datang adalah seperti:”Jika bulan Ramadhan telah tiba, maka aku memandatkanmu untukku”.
Akad wakalah sah dengan cara tanjiz, ta’liq dan dipautkan dengan masa yang akan datang. Ia pun akan sah dengan ditentukan waktunya, atau dengan kerja tertentu.
Yang dimaksud tanjiz adalah, seperti:”Aku mandatkanmu (wakilkan kepadamu) untuk membeli anu”. Sedangkan yang dimaksud dengan ta’liq adalah seperti:”Jika ini berhasil, maka kamu menjadi wakilku”, dan yang dimaksud dengan mempautkan dengan masa yang akan datang adalah seperti:”Jika bulan Ramadhan telah tiba, maka aku memandatkanmu untukku”.
Yang dimaksud dengan
penentuan waktu adalah seperti:”Aku mandatkan kepadamu selama satu tahun untuk
mengerjakan…..”.
Wakalah terkadang juga
sebagai sumbangan dari orang yang mewakili, dan terkadang dengan upah, karena
hal ini sebagai tindakan untuk orang lain yang baginya bukan kemestian.
Sehingga boleh mengambil ganti (Upah) untuk perbuatan itu. misalnya: jika orang
yang mewakilkan mengatakan:”juallah ini dengan harga sepuluh dan lebihnya
untukmu”. Hal ini dinyatakan sah, dan ia berhak memperoleh kelebihannya.
d.
Syarat-syaratnya
Wakalah tidak akan sah
kecuali jika semua syarat-syaratnya sempurna. Syarat-syaratnya itu diantaranya:
1)
Syarat-syarat yang Mewakilkan
Yang dimaksud syarat yang mewakilkan adalah
pemilik yang dapat bertindak dari sesuatu yang ia wakilkan. Jika ia bukan
sebagai pemilik yang dapat bertindak, perwakilannya tidak sah. Seperti orang
gila dan anak kecil yang belum dapat membedakan. Salah satu dari keduanya dapat
mewakilkan yang lainnya, karena keduanya telah kehilangan pemilikan, ia tidak
memiliki hak bertindak.
2)
Syarat-syarat yang mewakili
Syarat ini disyaratkan pada orang yang
mewakili; orang berakal, kalau dia orang gila atau idiot, atau anak kecil yang
tidak dapat membedakan, maka tidak sah.
3)
Syarat-syarat untuk hal yang
diwakilkan
Disyaratkan pada hal yang diwakilkan
(muwakkal fih) adalah bahwa ia diketahui oleh orang yang mewakili, atau tidak
diketahui ia itu buruk perlakuannya. Kecuali jika diserahkan penuh oleh orang
yang engkau kehendaki”. Dan disyaratkan pula bahwa hal itu dapat diwakilkan.
Hal ini berlaku untuk semua akad, yang boleh
bagi manusia untuk ia akadkan sendiri, seperti jual beli, sewa menyewa,
berhutang, damai, hibah dan lain sebagainya.
e.
Berakhirnya Akad Wakalah
Akad wakalah berakhir jika terjadi hal sebagai
berikut:
1)
Matinya salah seorang dari yang
berakad, atau menjadi gila,. Karena salah satu syarat wakalah adalah hidup dan
berakal. Apabila terjadi kematian, atau gila, berarti syarat sahnya menjadi
tidak ada.
2)
Di hentikannya pekerjaan
dimaksud. Karena jika telah terhenti, dalam keadaan ini wakalah tidak mempunyai
makna lagi.
3)
Pemutusan oleh orang yang
mewakilkan terhadap wakil sekalipun ia belum tahu.
4)
Wakil memutuskan sendiri. Tidak
diperlukan orang yang mewakilkan mengetahui pemutusan dirinya atau tidak
diperlukan kehadirannya.
5)
Keluarnya orang yang mewakilkan
dari status pemilikan.
f.
Aplikasinya Dalam Perbankan
Wakalah dalam aplikasi perbankan
terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada Bank untuk mewakili dirinya
melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan letter of credit dan
transfer uang.
Bank dan nasabah yang
dicantumkan dalam akad pemberian kuasa harus cakap hukum. Khususnya pada
pembukaan letter of credit, apabila dana nasabah ternyata tidak cukup, maka
penyelesaian L/C dapat dilakukan dengan pembiayaan murabbahah, salam, ijarah,
mudharabah, atau musyarakah.
Tugas, wewenang dan tanggung jawab Bank harus jelas sesuai kehendak nasabah Bank. Setiap tugas yang dilakukan harus mengatasnamakan nasabah dan harus dilaksanakan oleh Bank. Atas pelaksanaan tugasnya tersebut, Bank mendapat pengganti biaya berdasarkan kesepakatan bersama. Pemberian kuasa berakhir setelah tugas dilaksanakan dan disetujui bersama antara nasabah dengan Bank.
Tugas, wewenang dan tanggung jawab Bank harus jelas sesuai kehendak nasabah Bank. Setiap tugas yang dilakukan harus mengatasnamakan nasabah dan harus dilaksanakan oleh Bank. Atas pelaksanaan tugasnya tersebut, Bank mendapat pengganti biaya berdasarkan kesepakatan bersama. Pemberian kuasa berakhir setelah tugas dilaksanakan dan disetujui bersama antara nasabah dengan Bank.
D.
AR-RAHN
a.
Pengertian Ar- Rahn
Ar-Rahn adalah menahan
salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang
diterimanya.Dengan ketentan barang ayng ditahan tersebut memiliki nilai
ekonomis.Dengan demikian,pihak yang menahan memper oleh jaminanuntuk dapat
mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangmya.Secara sederhana dapat
dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.
Menurut bahsanya rahn adalah tetap dan lestari,seperti seprti juga dinamai al-habsu,artinya penahan,seperti dikatakan ni’matun rahinah,artinya karunia yang tetap dan lestari.
Menurut bahsanya rahn adalah tetap dan lestari,seperti seprti juga dinamai al-habsu,artinya penahan,seperti dikatakan ni’matun rahinah,artinya karunia yang tetap dan lestari.
b.
Landasan hukum
Al-Qur’an:
*
bÎ)ur
óOçFZä. 4n?tã 9xÿy öNs9ur (#rßÉfs? $Y6Ï?%x.
Ö`»ydÌsù ×p|Êqç7ø)¨B (
÷bÎ*sù z`ÏBr& Nä3àÒ÷èt/ $VÒ÷èt/
Ïjxsãù=sù
Ï%©!$# z`ÏJè?øt$# ¼çmtFuZ»tBr& È,Guø9ur
©!$# ¼çm/u 3 wur (#qßJçGõ3s?
noy»yg¤±9$# 4
`tBur
$ygôJçGò6t
ÿ¼çm¯RÎ*sù ÖNÏO#uä ¼çmç6ù=s% 3
ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÒOÎ=tæ
ÇËÑÌÈ
“Jika kamu dalam
perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh
seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang
berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,
Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah
ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi)
menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka
Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan”.
Ayat tersebut secara
eksplit menyebutkan”barang tanggungan yang dipegang (oleh yang
berpiutang)”.Dalam dunia financial,barang tanggungan biasa dikenal sebagai
jaminan (collateral)atau objek pegadaian.
c.
Aplikasi perbankan
Kontrak rahn dipakai dalam perbankan dalam
dua hal berikut:
1)
Sebagai produk pelengkap
Rahn dipaki sebagai produk pelengkap artinya
sebagai akad tambahan (jaminan/collateral) terhadap produk lain seperti dalam
pembiayaan bai’ al-murabahah.
2)
Sebagai produk tersendiri
Dibeberapa negara Islam termasuk diantaranya
Malaysia,akad rahn telah dipakai sebagai alternative dari pegadaian
konvesional.bedanya dengan pegadaian biasa,dalam rahn,nasabah tidak dikenakan
bunga:yang dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan,pemeliharaan,penjagaan
serta penaksiran.
d.
Manfaat Ar-Rahn
Manfaat yang dapat diambil oleh Bank dari
prinsip ar-rahn adalah sebagai berikut:
1)
Menjaga kemungkinan nasabah
untuk lalai atau bermain-main dengan fasilitas pembiayaan yang diberikan Bank.
2)
Memberikan keamanan bagi semua
penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tiadak akan hilang begitu saja
jika nasabah peminjam ingkar janji karena ada suatu asset ataau barang (marhun)
yang dipegang oleh Bank.
3)
Jika rahn diterapkan dalam
mekanisme pegadaian,sudah barang tentu akan sangat membantu saudara kita yang
kesulitan dana,terutama di daerah-daerah.
Adapun manfaat yang
langsung didapat Bank adalah biaya-biaya konkret yang harus dibayar oleh
nasabah untuk pemeliharaan dan keamanan aset tersebut.
e.
Risiko Ar-Rahn
Adapun risiko yang mungkin terdapat pada
rahn apabila diterapkan sebagai produk adalah:
1)
Risiko tak terbayarnya utang
nasabah (wanprestasi)
2)
Risiko menurunnya nilai asset
yang ditahan atau rusak.
E. WADI’AH
a. Pengertian
Dalam tradisi fiqih islam, prinsip titipan/simpanan dikenal
dengan prinsip wadi’ah. Al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari
satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang dijaga dan
dikembalikan saja si penitip menghendaki.
Maknanya adalah
perjanjian antara pemilik barang (termasuk uang), dimana pihak penyimpan
bersedia menyimpan bersedia menyimpan dan menjaga keselamatan barang yang
dititipkan kepadanya.
b.
Landasan
Syariah
Al-Qur’an
* ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù't br& (#rxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $KÏèÏR /ä3ÝàÏèt ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿx #ZÅÁt/ ÇÎÑÈ
“Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh
kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.”
Al-Hadist
عن ابى هريرة قال : قال النبى صرم ادالامانة
الى من ائتمنك ولا تخن من خنك
Artinya : “Abu Hurairah
meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Sampaikanlah (tunaikanlah) amanat
kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas berkhianat kepada orang yang
telah menghianatimu”.
c.
Rukun
dan syarat wadi’ah
Adapun Rukun Wadi’ah sebagai berikut :
1)
Orang yang berakad, yaitu :
·
Pemilik barang / penitip (muwadi’)
·
Pihak yang menyimpan / dititipi
(mustauda’)
2)
Barang / uang yang dititipkan
(wadi’ah)
3)
Ijab qobul / kata sepakat (sighot)
d.
Syarat Wadi’ah
1)
Orang yang berakad harus :
·
Baligh
·
Berakal
·
Cerdas
2)
Barang titipan harus :
·
Jelas (diketahui jenias /
indentitasnya)
·
Dapat di pegang
·
Dapat dikuasai untuk di pelihara
e.
Jenis
Wadi’ah
1)
Yad Adh-Dhamanah
Yaitu akad penitipan barang / uang,
dimana pihak penerimaan titipan dapat memanfaatkannya dan harus bertanggung
jawab atas kerusakan dan kehilangan.
2)
Yad Al-Amanah
Yaitu : titipan murni, yang artinya
orang yang diminta untuk menjaga barang titipan diberikan amanat atau
kepercayaan untuk menjaga barang tersebut dari segala hal yang dapat
merusaknya.
Perbedaan :
1)
Yad Adh-Dhamanah
·
Obyek boleh dimanfaatkan
·
Kerusakan ditanggung pengguna
·
Biaya perawatan ditanggung pengguna
2)
Yad Al-Amanah
·
Obyek tidak boleh dimanfaatkan
·
Kerusakan ditanggung oleh pemilik
·
Biaya perawatan ditanggung pemilik
f.
Wadiah
dalam Menejemen pembiayaan
Bank sebagai penerima simpanan dapat
memanfaatkan wadi’ah untuk tujuan :
1)
Giri
2)
Tabungan
Sebagai konsekuen dari Yad-Adh Dhamanah, semua keuntungan
dihasilkan dari dana titipan tersebut menjadi milik Bank (juga menanggung
seluruh kemungkinan kerugian), sedangkan si penyimpan mendapat imbalan jaminan
keamanan terhadap barangnya dan juga Bank tidak dilarang memberikan bonus yang
merupakan kebijakan dari manajemen Bank.
Dalam
perbankan modern yang penuh dengan kompetensi, insentif atau bonus semacam ini
dijadikan sebagai Banking policy untuk merangsang semangat menabung yang
sebagai indicator kesehatan Bank.
DAFTAR
PUSTAKA
Hosen, M. Nadratuzzaman. 2007. Tuntunan Praktis Menggunakan Jasa Perbankan Syariah. Jakarta:Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah.
Sabiq, Sayyid. Fikih
Sunnah. Bandung: Pustaka Percetakan Offset.
Antonio, Syafi’i. 2008. Bank Syariah: suatu pengenalan umum.
Jakarta: Tazkia Institute.
Sudarsono, Heri. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta:
Ekonisia.
Ali, AM Hasan. 2007. Materi Dakwah Ekonomi Syariah. Jakarta:
Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah.
0 komentar:
Posting Komentar