PENDAHULUAN
Islam dibangun dari tiga pilar, yaitu aqidah, syariah,
dan akhlak. Ketiganya merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan dan saling
berhubungan dari berbagai aspek yang meliputinya. Aqidah berhubungan dengan
interaksi manusia dengan sang Pencipta yang diintepretasikan dalam suatu
perintah atas kebaikan dan larangan atas hal-hal yang buruk. Akhlak berhubungan
dengan sesuatu yang menjadi dasar dari setiap manusia baik yang berupa etika,
norma, sopan santun, dan sebagainya.
Sedangkan syariah memiliki cakupan yang sangat luas yang
berhubungan dengan interaksi antar makhluk dalam setiap aspek kehidupan yang
dijalani. Salah satunya adalah hal-hal yang berhubungan dengan harta dan
kekayaan yang kita miliki.
Sistem ekonomi di dunia terbagi menjadi tiga, yaitu
sosialis, kapitalis, dan Islam. Setiap sistem memiliki perbedaan yang mencolok
tentang sikap mereka terhadap harta dan kekayaan. Dalam hal ini, dengan
berlandaskan pada al-Qur’an dan as-sunnah sebagai sumber hukum, Islam memberikan
solusi atas berbagai permasalahan yang timbul akibat dari fanatisme terhadap
sistem-sistem tersebut.
Segala sesuatunya telah diatur dengan sedemikian rupa
melalui syariat Islam sehingga keadilan dapat ditegakkan dan kezholiman dapat
dimusnahkan. Dalam konteks harta, harta hanyalah sebagai titipan dan sarana
dalam memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat, sedangkan pemilik haqiqi
atas semua itu adalah Allah SWT. Diantara berbagai harta yang dimiliki juga
terdapat hak orang lain yang harus kita berikan, baik yang berupa harta zakat,
infaq, shadaqah, dan lain sebagainya.
Dengan instrumen ZIS tersebut, distribusi kekayaan antara
golongan kaya dengan golongan miskin dapat berjalan dengan baik sehingga
maslahah yang dicita-citakan dapat tercapai dan tidak ada penikmatan kekayaan
pada golongan-golongan tertentu serta kesengsaran berkepanjangan pada
golongan-golongan yang lain.
BAB
I
HARTA
A.
Tafsir Ayat
1.
Al-Kahfi 46
ãA$yJø9$# tbqãZt6ø9$#ur èpuZÎ Ío4quysø9$# $u÷R9$# ( àM»uÉ)»t7ø9$#ur àM»ysÎ=»¢Á9$# îöyz yZÏã y7În/u $\/#uqrO îöyzur WxtBr&
“harta dan
anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi
saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk
menjadi harapan”.
Firman Allah Ta’ala, “Harta dan anak-anak merupakan
perhiasan kehidupan dunia” adalah seperti firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya
harta dan anak-anak merupakan fitnah dan pada sisi Allah terdapat pahala yang
besar.” Yakni, menghadapkan diri kepada Allah dan mengkonsentrasikan
penghambaan kepada-Nya adalah lebih baik bagimu daripada kesibukanmu dengan anak
dan berkumpul dengan mereka, serta menyayangi mereka secara berlebihan. Karena
itu, Allah Ta’ala berfirman, “Tetapi amal-amal yang kekal lagi saleh adalah lebih
baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih dapat diharapkan. “
Ibnu Abbas, Said bin Jubeir, dan banyak ulama salaf
mengatakan, “Yang dimaksud dengan al-baqiyat ash-shalihat ialah shalat
lima waktu.
Sehubungan dengan firman Allah Ta’ala, “al-baqiyat as-shalihat”,
Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa al-baqiyat
ash-shalihat ialah berzikir kepada Allah dengan mengucapkan tidak ada tuhan
melainkan Allah, Allah Maha Besar, Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah,
Mahasuci Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali karena pertolongan Allah,
aku memohon ampun kepada Allah, membaca Shalawat kepada Rasulullah, shaum,
shalat, haji, sedekah, memerdekakan budak, jihad, silaturahmi, dan seluruh amal
baik lainnya. Itulah yang disebut al-baqiyat
ash-shalihat yang pahalanya tetap dimiliki oleh pelakunya di surga selama
ada di langit dan bumi.
Al- Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Al-baqiyat
ash-shalihat ialah seluruh amal saleh.” Pendapat ini dipilih oleh Ibnu
Jarir.
Allah Ta’ala menggambarkan kengerian hari kiamat dan
berbagai perkara dahsyat yang terjadi di dalamnya. Hal ini sebagaimana firman
Allah Ta’ala, “Dan mereka bertanya kepadamu tentang gunung-gunung”. Maka katakanlah, “Tuhan
ku akan menghancurkan dengan sehancur-hancurnya. Maka dia akan menjadikan
gunung-gunung itu benar-benar datar.” Yakni, gunung-gunung itu lenyap,
bukit-bukit rata, dan tinggallah bumi dalam keadaan rata, tidak berbukit, dan
tidak berlembah. Karena itu, Allah Ta’ala berfirman, “Dan kamu akan melihat
bumi itu datar,” yakni tampak nyata, tidak ada tempat yang dapat di gunakan
untuk bersembunyi. Semua makhluk tampak nyata bagi Tuhannya, tidak ada satu
makhluk pun yang tersembunyi bagi-Nya.
2.
An-Nisa 5
wur (#qè?÷sè? uä!$ygxÿ¡9$# ãNä3s9ºuqøBr& ÓÉL©9$# @yèy_ ª!$# ö/ä3s9 $VJ»uÏ% öNèdqè%ãö$#ur $pkÏù öNèdqÝ¡ø.$#ur (#qä9qè%ur öNçlm; Zwöqs% $]ùrâ÷ê¨B
“dan
janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta
(mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok
kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan
ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik”.
Allah Ta’ala melarang memberikan kemungkinan kepada
sufaha untuk mengelola harta kekayaan yang dijadikan Allah sebagai pokok
kehidupan bagi manusia; harta yang diandalkan untuk menopang penghidupan
mereka, seperti perdagangan dan semacamnya. Larangan
itulah yang menjadi dasar perlindungan atas sufaha yang terdiri atas sufaha
yang terdiri atas beberapa macam. Sufaha dapat berupa anak kecil. Ia harus
dilarang mengelola hartanya karena pertimbangan tidak dapat dijadikan patokan.
Sufaha dapat berupa orang gila dan orang yang tidak cakap dalam mengelola harta
lantaran kurang ilmu pengetahuan dan agamanya. Sufaha dapat berupa orang yang
muflis, yaitu orang yang berhutang dan hartanya tidak mencukupi untuk membayar
hutang. Jika orang yang berpiutang menagih kepada yang berhutang, maka hakim
melarangnya menggunakan hartanya.
Sehubungan dengan firman Allah, “dan janganlah kamu
memberikan hartamu kepada sufaha,” ibnu Abbas megatakan bahwa yang dimaksud
dengan sufaha itu anak dan istrimu. Menurut adh-Dhahak, sufaha itu adalah
wanita dan anak-anak. Menurut
Said bin Zubair, sufaha ialah anak-anak yatim. Ibnu abi hatim meriwayatkan dari
abu umamah. Dia berkata bahwa, Rasulullah SAW. bersabda, “sesungguhnya kaum wanita itu
merupakan sufaha kecuali wanita yang menaati wali/suaminya.” Ada pendapat yang
mengatakan bahwa sufaha ialah khadam dan setan dari kalangan manusia. Orang yang memiliki utang
kepada orang lain, maka ia tidak perlu dipersaksikan. Demikian menurut pendapat
ibnu jarir yang bersumber dari hadis Abu Musa.
Firman Allah Ta’ala,”berilah mereka rezeki, pakaian, dan
berkatalah kepada mereka dengan perkataan yang baik.” Ali bin Abi Thalhah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “janganlah kamu mengandalkan
kehidupan kepada hartamu dan kepada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu, lalu kamu memberikan hartamu itu kepada istri dan anakmu, dan kamu
hanya memperhatikan harta yang kamu kuasai. Namun, peganglah harta itu olehmu,
pergunakanlah dengan baik, dan jadilah kamu sebagai orang yang memberikan
pakaian, belanja, rezeki kepada mereka.”
Ayat ini mengandung keharusan berbuat baik kepada
keluarga dan orang yang ada dalam tanggungan dalam member nafkah pakaian,
perkataan yang baik, dan akhlak yang terpuji. Firman Allah Ta’ala, “Dan ujilah
anak-anak yatim itu hingga mereka mencapai usia nikah,” yakni mencapai ihtilam
(mimpi yang menimbulkan air mani memancar sebagai asal kejadian anak). Dalam
shahihain ditegaskan: Ibnu Umar berkata bahwa, “ketika saya berusia 14 tahun,
saya mendaftaekan diri kepada Nabi saw. Untuk mengikuti perang Uhud, maka
beliau melarang saya. Dan ketika saya berusia 15
tahun, saya mendaftarkan diri
kepada Nabi saw. Untuk mengikuti perang Khadak, maka dia membolehkanku.” Tatkala hadis ini sampai
kepada Umar bin Abdul Aziz, maka ia berkata, “itulah perbedaan antara anak
kecil dan dewasa.”
3.
Ali-Imran 14
z`Îiã Ĩ$¨Z=Ï9 =ãm ÏNºuqyg¤±9$# ÆÏB Ïä!$|¡ÏiY9$# tûüÏZt6ø9$#ur ÎÏÜ»oYs)ø9$#ur ÍotsÜZs)ßJø9$# ÆÏB É=yd©%!$# ÏpÒÏÿø9$#ur È@øyø9$#ur ÏptB§q|¡ßJø9$# ÉO»yè÷RF{$#ur Ï^öysø9$#ur 3 Ï9ºs ßì»tFtB Ío4quysø9$# $u÷R9$# ( ª!$#ur ¼çnyYÏã ÚÆó¡ãm É>$t«yJø9$#
“dijadikan
indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”.
Allah Ta’ala
memberitahukan berbagai jenis kelezatan yang dijadikan indah bagi manusia dalam
kehidupan dunia, yaitu wanita dan anak-anak. Allah memulai dengan wanita karena
ia merupakan fitnah paling berat. Dalam kitab sahih ditegaskan bahwa Rasulullah
saw. bersabda, “Tidak aku tinggalkan fitnah yang
lebih berbahaya bagi kaum laki-laki daripada (fitnah) wanita.”
Jika keinginan terhadap
wanita itu ditunjukkan untuk menjaga kesucian dan memperoleh
anak yang banyak, maka hal demikian bahkan diharapkan,
disukai, dan disunnahkan. Rasulullah saw. bersabda, “Dunia merupakan harta
benda, dan harta benda yang paling baik ialah wanita yang salehah. Jika
dipandang, ia menyenangkan, jika di suruh ia taat, jika ditinggal pergi ia menjaga kehormatan
dirinya dan harta suaminya.”
Nabi saw. bersabda, “Kawinilah
wanita yang mencintai kamu dan mampu beranak (subur), karena aku akan
membanggakan kamu sebagai umat terbanyak pada hari kiamat.”
Demikian pula dengan harta
kekayaan. Kadang ia ditujukan untuk kemegahan dan kesombongan. Hal demikian
dicela. Dan kadang-kadang harta pun ditujukan untuk diinfakkan kepada karib
kerabat, sarana silaturahmi, dan untuk berbagai tujuan baik lainnya. Harta demikian
dipuji dan disanjung secara syara’. Para mufassir berikhtilaf mengenai kadar
qintar. Namun, singkatnya qintar berarti harta yang banyak. Ibnu Abi Hatim
meriwayatkan dari Anas dari Rasulullah saw. berkaitan dengan kata qintar, katanya,
“Harta senilai seribu dinar.”
Cinta kepada kuda dapat
dibagi menjadi tiga. Pertama, cinta kepada kuda untuk digunakan dalam berperang
dijalan Allah. Barangsiapa yang berniat demikian, maka ia diberi pahala, Kedua,
kuda untuk tujuan kebanggaan dan kemegahan bagi umat islam. Orang yang memilikinya berdosa,
namun muslim lainnya tidak. Dan Ketiga, memelihara kuda untuk tujuan
pemeliharaan dan pemilikan keturunannya, dan dalam melakukannya ia tidak
melupakan hak Allah yang ada pada kuda. Kecintaan demikian dapat menutupi aib
pemiliknya. Hal ini insya Allah akan dibahas dalam penafsiran ayat,” dan
siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan
dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang.”(al-anfal:60)
Maksud kuda musawwamah
ialah yang digembalakan. Pendapat lain mengatakan bahwa yang dimaksud ialah
kuda yang pada dahinya atau pergelangan kakinya ada warna putih. Dan ada pula pendapat lainnya. Imam Ahmad meriwayatkan dari Suwaid bin Hubairah,
dari Nabi saw., “sebaik-baik harta
seseorang ialah kuda (keledai) yang banyak beranak dan pohon kurma unggul yang
berbuah lebat.”(HR Ahmad)
Firman Allah ”binatang
ternak” seperti unta, sapi dan kambing. “Dan sawah ladang” yakni tanah yang
digunakan untuk bercocok tanam. Kemudian Allah Ta’ala berfirman, ”itulah kesenangan kehidupan dunia.” Yakni
sesungguhnya ini merupakan kembang kehidupan dunia dan keindahannya yang fana
dan cepat sirna. “Dan pada sisi Allahlah tempat kembali yang baik.” Yakni
tempat kembali dan pahala yang baik.
Ibnu Jarir meriwayatkan
dari Umar bun Khatab demikian: setelah ayat “dijadikan indah bagi manusia
kecintaan pada yang diinginkan” ini turun, Umar berkata, “Ya tuhanku,
tangguhkan keindahannya bagi kami.” Maka diturunkan ayat, ”Katakanlah, hai
Muhammad, kepada manusia,” aku akan memberitahukan kepadamu perkara yang lebih
baik daripada yang dijadikan indah bagi manusia dalam kehidupan dunia ini
berupa kenikmatan yang pasti cepat sirna.” Kemudian Allah memberitahukan, “Bagi orang-orang yang bertakwa, pada sisi Tuhannya ada surga yang mengalir sungai-sungai dibawahnya.” Yakni
berbagai sisi surga dan sudutnya mengalir banyak sungai yang berisi
bermaca-macam jenis minuman, seperti madu, susu, khamr, air segar, dan
sebagainya yang belum dilihat mata, didengar telinga, dan belum pernah
terpikirkan keadaannya oleh seorang manusia pun. “Sedang mereka kekal di
dalamnya,” yakni menetap di dalamnya selama-lamanya.
“Dan istri-istri yang
disucikan” dari kotoran haid dan nifas. ”Dan keridhaan Allah.” Maksudnya, keridhaan Allah
menyelimuti mereka. Sesudah itu, Dia tidak akan murka lagi kepada mereka untuk selamanya. Hal ini seperti firman
Allah, “Dan keridhaan Allah itu lebih besar” nilainya daripada kenikmatan abadi
yang diberikan kepada mereka. Kemudian Allah berfirman,”Dan Allah Maha Melihat Hamba-hamba-Nya.”
Artinya, setiap individu diberi bagian yang sesuai dengan
haknya masing-masing.
4.
At-Taghabun ayat 15
!$yJ¯RÎ) öNä3ä9ºuqøBr& ö/ä.ß»s9÷rr&ur ×puZ÷GÏù 4 ª!$#ur ÿ¼çnyYÏã íô_r& ÒOÏàtã
“Sesungguhnya
hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala
yang besar”.
Allah SWT berfirman, “sesungguhnya hartamu dan
anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu): disisi Allah (di hari kiamat nanti)
pahala yang besar.” Maksudnya, harta dan anak merupakan cobaan dan ujian dari Allah
untuk hamba-hamba-Nya. Diriwayatkan oleh imam Ahmad bahwa Abu Buraidah
berkata,”Rasulullah saw. Pernah berkhotbah, kemudian datang Hasan r.a
dan Husain r.a. keduanya memakai baju gamis berwarna merah, keduanya berjalan dan
terjatuh. Kemudian Rasulullah saw. turun
dari mimbar, menggendong
keduanya dan meletakkannya dihadapannya lalu bersabda, ‘benarlah Allah dan
Rasul-Nya. Sesungguhya harta dan anak kamu itu merupakan cobaan. Aku telah
melihat dua anak yang berjalan dan terjatuh ini, dan aku tidak sabar sehingga
aku menghentikan khotbahku dan menggendong keduanya.’
Ath-thabrani meriwayatkan dari Abu Malik al-Asy’ari bahwa
Rasulullah saw. bersabda, “musuhmu itu bukanlah orang yang bila kamu berhasil
membunuhnya maka itu suatu kemenangan bagimu dan bila dia membunuhmu maka kamu
akan masuk surga. Namun, bisa jadi yang menjadi musuhmu itu adalah anakmu yang
keluar dari sulbimu, kemudian musuhmu yang paling berbahaya adalah harta yang
kamu miliki.”
B.
Pengertian Harta
Harta dalam bahasa arab disebut, al-mal yang berasal
dari kata “maala-yamiilu-mailan” yang berarti condong, cenderung, dan miring.
Dan para ulama berselisih pendapat tentang pengertian
harta tersebut. Kemudian jika ditarik garis lurus, maka akan ditemukan beberapa
persamaan dari ungkapan para ulama tersebut tentang pengertian harta,
diantaranya adalah nama bagi selain manusia, dapat dikelola, dapat dimiliki,
dapat diperjualbelikan dan berharga.
Simpulan dari pendekatan tersebut adalah harta sebagai
sesuatu yang memiliki nilai, berwujud, dan dapat disimpan serta dapat diambil
manfaatnya.
C.
Unsur-Unsur Harta
Menurut para fuqaha, harta bersendi pada dua unsur,
yaitu unsur ‘aniyah dan unsur ‘urf.
Unsur ‘aniyah adalah harta itu ada wujudnya dalam kenyataan (a’yan). Manfaat
yang diperoleh manusia bukanlah disebut harta, tetapi disebut milik atau hak.
Sedangkan unsur ‘urf adalah sesuatu yang dipandang
harta oleh seluruh atau sebagian manusia.
D.
Kedudukan Harta
Dengan memahami penafsiran dari beberapa surat dan ayat
yang dikemukakan diatas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa kedudukan harta bagi
setiap muslim adalah sebagai:
1.
Perhiasan Hidup, yang
tertuang dalam surat kahfi 46 dan ali-imran 14
2.
Amanat (fitnah), yang
tertuang dalam surat at-taghabun 15
Dalam surat al-kahfi 46 dan ali-imran 14, dijelaskan
bahwa kebutuhan manusia atau kesenangan manusia terhadap harta sama dengan
kebutuhan manusia terhadap anak atau keturunan. Jadi, kebutuhan manusia
terhadap harta adalah kebutuhan yang mendasar dan harus dipenuhi.
Kemudian dalam surat at-taghabun 15, dijelaskan bahwa
harta adalah fitnah/amanat yang harus diemban oleh manusia. Sebagaimana banyak
literatur fiqh menjelaskan bahwa harta adalah titipan, manusia tidak memiliki
harta secara mutlak dan hanya bertugas sebagai pengelola saja sesuai dengan
kehendak-Nya. Dan perlu diingat bahwa dari harta yang kita miliki terdapat hak
orang lain, seperti Ziswaf.
E.
Pembagian Harta
Menurut fuqaha, pembagian harta dapat ditinjau dari
berbagai segi. Harta terdiri dari beberapa bagian, tiap-tiap bagian memiliki
cirri khusus dan hukumnya tersendiri. Pembagian jenis harta adalah sebagai
berikut:
1.
Mal Mutaqawwim dan ghair
mutaqawwim
a.
Mal mutaqawwim
Adalah sesuatu yang boleh diambil manfaatnya menurut
syariah. Yang termasuk mal mutaqawwim adalah semua harta yang jenis, cara
memperolehnya dan penggunaannya diperbolehkan secara syariah. Contoh: pemilikan
mobil akibat dari akad jual beli.
b.
Mal ghair mutaqawwim
Adalah sesuatu yang tidak boleh diambil manfaatnya menurut
syariah. Contoh sepatu hasil mencuri, daging sapi yang tidak disembelih.
2.
Mal Mitsli dan Mal Qimi
a.
Mal Mitsli
Adalah benda yang ada persamaannya di tempat lain dan
tidak ada perbedaan yang perlu dinilai. Contoh: beras Rojo Lele
b.
Mal Qimi
Adalah benda yang tidak memiliki persamaan di tempat
lain, jikalau adapun pasti jenisnya akan berbeda. Contoh: senjata api buatan
Inggris.
3.
Mal Istihlak dan mal
Isti’mal
a.
Mal istihlak
Adalah sesuatu yang tidak dapat diambil kegunaan dan
manfaatnya secara biasa, kecuali dengan menghabiskannya. Harta ini terbagi dua,
yaitu haqiqi dan huquqi. Haqiqi adalah harta yang habis zatnya setelah
digunakan, contoh korek api. Huquqi adalah harta yang habis nilainya setelah
digunakan, tetapi zatnya masih tetap ada. Contoh uang untuk membeli nasi
kucing.
b.
Mal isti’mal
Adalah sesuatu yang dapat digunakan berulang kali dan
materinya tetap terpelihara. Contoh pakaian.
4.
Mal manqul dan aqar
a.
Mal manqul
Adalah sesuatu yang dapat dipindahkan dari satu tempat
ke tempat yang lain. Contoh: mobil
b.
Mal aqar
Adalah sesuatu yang tidak dapat dipindahkan dan dibawa
dari satu tempat ke tempat yang lain. Contoh: rumah, kebun
F.
Fungsi Harta
Harta dipelihara manusia karena manusia membutuhkan
manfaat dari harta tersebut. Fungsi harta juga sangat banyak, ada yang baik dan banyak juga yang buruk. Dibawah ini
adalah beberapa dari fungsi harta:
1.
Untuk menyempurnakan
pelaksanaan ibadah yang khas (mahdhah), contoh pakaian untuk menutup aurat
ketika shalat.
2.
Untuk meningkatkan
ketakwaan kepada Allah, sebab kefakiran mendekatkan kepada kukufuran sehingga
pemilikan harta ditujukan untuk meningkatkan keimanan kepada allah.
3.
Untuk meneruskan kehidupan
dari satu periode ke periode berikutnya.
4.
Untuk menyembangkan antara
kehidupan dunia dan akhirat
5.
Untuk mengembangkan dan
menegakkan ilmu-ilmu, karena saat ini menuntut ilmu tanpa modal adalah sesuatu
yang sulit dilaksanakan.
6.
Untuk memutarkan
peranan-peranan kehidupan
7.
Untuk menumbuhkan
silaturahim, Karena adanya perbedaan dan keperluan.
G.
Distribusi Kekayaan
1.
Al-Hasyr ayat 7
!$¨B uä!$sùr& ª!$# 4n?tã ¾Ï&Î!qßu ô`ÏB È@÷dr& 3tà)ø9$# ¬Tsù ÉAqߧ=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ös1 w tbqä3t P's!rß tû÷üt/ Ïä!$uÏYøîF{$# öNä3ZÏB 4 !$tBur ãNä39s?#uä ãAqߧ9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$#
“apa saja
harta rampasan (fai’)
yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya
(dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah,
untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang
yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang
Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka
terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat
keras hukumannya”.
Ayat diatas menjelaskan tentang fai’, yaitu harta
rampasan yang diperoleh dengan jalan damai atau tanpa peperangan. Dan ayat ini
turun ketika Rasulullah SAW memperoleh harta rampasan dari bani nadhir. Harta
fai’ tersebut adalah hak rasulullah dan pembagian harta rampasan tersebut
adalah menurut apa yang beliau kehendaki.
Kemudian kalimat “supaya
harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu” menurut Muhammad Hasan al-Hamsy
mengartikan sebagai “kepemilikan yang hanya berputar diantara mereka dan tidak
satupun orang miskin yang merasakannya”. Islam tidak menghendaki hal tersebut
terjadi, karena penumpukan harta pada segolongan tertentu akan menciptakan
golongan tertentu yang akan selalu kaya, dan golongan lain selalu berada pada
garis kemiskinan.
Sedangkan menurut ar-Raghib
al-Asfahani, bahwa kata “دولة” adalah sesuatu yang substansi materinya bersirkulasi. Pesan bahwa keberhasilan, kemenangan, kebahagiaan, dan
kenyamanan material serta immaterial akan dirasakan secara bergantian; dari
satu individu ke individu lain, satu kelompok ke kelompok lain.
Dari penjelasan diatas,
disimpulkan bahwa kekayaan yang dikuasai orang individu atau golongan tertentu
harus didistribusikan. Dapat konteks Negara, distribusi diartikan sebagai
pemerataan kesejahteraan rakyat. Dimana distribusi tersebut dapat dilaksanakan
dengan mekanisme pasar dan non-pasar.
BAB
II
ZAKAT
A.
Tafsir Ayat
1.
At-taubah ayat 103
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOÎ=tæ
“ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
mengetahui”.
Allah Ta’ala memerintahkan kepada Rasul-Nya agar dia
mengambil sedekah dari sebagian harta mereka untuk menyucikan dan membersihkan
mereka. Ketentuan ini berlaku pula bagi orang yang mencampurkan amal sholeh
dengan amal buruk, walaupun ayat itu diturunkan berkenaan dengan orang-orang
yang tidak ikut berjihad karena malas. Mereka merupakan kaum mukminin dan
mereka pun mengakui dosa-dosanya. Jadi, setiap orang yang ada setelah mereka
adalah seperti mereka juga dan hukum bagi mereka juga sama.
Firman Allah Ta’ala, “serta berdoalah bagi mereka.”
Yakni, doakanlah mereka dan mintakanlah ampun bagi mereka. Penafsiran ini
sejalan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim di dalam shahihnya dari
Abdullah bin Abi Aufa, dia berkata, “Apabila Nabi saw menerima sedekah dari
suatu kaum, maka beliau mendoakan mereka. Ayahku pergi untuk menyampaikan
sedekahnya. Maka beliau berdoa, ‘Ya Allah semoga Engkau melimpahkan rahmat
kepada keluarga Abi Aufa”. Firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya doamu itu
merupakan penyejuk hati bagi mereka.” Ibnu Abbas menafsirkan ayat ini dengan,
merupakan rahmat bagi mereka.” Firman Allah Ta’ala “dan Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui”. Yakni Maha Mendengar doa-doamu dan mengetahui siapa yang
berhak mendapat doamu. Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Hudzaifah,
“sesungguhnya doa Nabi saw itu menjangkau seorang ayah, anaknya, dan cucunya.”
Firman Allah Ta’ala, “Tidaklah mereka mengetahui
bahwasanya Allah menerima tobat dari hamba-hamba-Nya, menerima sedekah.” Ayat
ini mendorong manusia supaya bertobat dan bersedekah, kedua perbuatan ini dapat
melebur dan dan menghapus dosa. Allah Ta’ala memberitahukan bahwa barangsiapa
yang bertobat kepada-Nya, maka Dia akan menerimanya. Barangsiapa yang
bersedekah dari hasil usaha yang halal, maka Allah Ta’ala akan menerima sedekah
itu dengan tangan kanan-Nya. Lalu Dia akan mengembangbiakkan sedekah itu bagi
pemilknya hingga buah-buahan yang disedekahkannya itu menjadi sebesar gunung
Uhud.
Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh ats-Tsauri dan
Waki’I dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah saw bersabda, sesungguhnya
Allah menerima sedekah dan mengambilnya dengan tangan-Nya. Kemudian mengembang-
biakkannya bagimu sebagaimana kamu mengembangbiakkan anak kuda sehingga sedekah
sesuap pun menjadi sebesar gunung Uhud. “Hal
ini dibenarkan oleh firman Allah, “Tidakkah mereka mengetahui bahwasanya Allah
menerima tobat dari hamba-hamba-Nya, menerima zakat, dan bahwasanya Allah
Penerima tobat lagi Maha Penyayang?”
2.
At-taubah 60
$yJ¯RÎ) àM»s%y¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pkön=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏBÌ»tóø9$#ur Îûur È@Î6y «!$# Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ( ZpÒÌsù ÆÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOÎ=tæ ÒOÅ6ym ÇÏÉÈ
“Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
Allah Ta’ala menuturkan
protes kaum munafikin yang bodoh terhadap Nabi saw dan celaan mereka
terhadapnya dalam pembagian zakat. Allah menjelaskan bahwa beliaulah yang
membagikan zakat itu, menjelaskan hukumnya mengurus urusannya, dan dia tidak
mewakilkan pembagiannya kepada seorang pun selain dia. Beliau
membagi-bagikannya kepada orang-orang tersebut sebagaimana diriwayatkan oleh
Imam Abu Daud dari Ziyad bin al-Harits ash-Shada’I r.a, dia berkata, “Aku
datang kepada Nabi saw lalu aku berjanji setia kepadanya. Kemudian datanglah
seseorang sambil berkata, ‘berilah aku sebagian sedekah.’ Beliau bersabda
kepadanya, “Sesungguhnya Allah tidak menyukai zakat dari seorang Nabi dan tidak
pula dari selainnya, sebelum Dia menetapkan hukumnya. Kemudian beliau
membaginya menjadi delapan golongan. Jika kamu termasuk salah satu dari bagian
itu, maka aku akan memberimu.”
Para ulama berikhtilaf
mengenai golongan ini, apakah zakat itu harus dibagikan kepada semua golongan
atau kepada sebagiannya saja? Menurut pendapat yang paling shahih, dan Allah
Maha Mengetahui, tidaklah wajib memberikan zakat kepada semua golongan, namun
cukup menyerahkan kepada salah satu dari delapan golongan itu dan seluruh zakat
dapat saja diberikan kepadanya. Walaupun masih terdapat
golongan yang lain. Inilah pendapat Imam Malik dan sekelompok ulama salaf serta
khalaf. Di antara mereka adalah Umar, Hudzaifah, Ibnu Abbas, Abu al-Aliyah,
Said bin Jabir, dan Maimun bin Marhan. Itulah pendapat para ilmuwan pada
umumnya. Menurut pendapat ini, menyebutkan golongan tersebut dalam ayat adalah
untuk menjelaskan pihak penerima, bukan untuk menyatakan kewajiban menghabiskan
semua golongan.
Ada beberapa hadits yang
berkaitan dengan masing-masing dari kedelapan golongan itu. Sehubungan dengan
golongan kaum kafir, maka diriwayatkan oleh Ibnu Umar, dia berkata: Rasulullah
bersabda, “Tidak halal zakat bagi orang kaya dan tidak pula bagi orang yang
memiliki kekuatan mapan.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, dan
Tirmidzi. Ahmad, an-Nasa’I dan Ibnu Majah pun meriwayatkan hadits yang sama
dari Abi Hurairah.
Diriwayatkan dari
Ubaidillah bin Adi al-Khiyar, ada dua orang yang memberitahukan kepadanya bahwa
kedua orang itu datang kepada Nabi saw untuk meminta zakat. Beliau memeriksa keduanya dan keduanya
tampak kuat. Maka beliau bersabda, ‘Jika kamu mau, niscaya aku memberi kamu
berdua. Tiada bagian zakat bagi orang kaya dan orang kuat yang memiliki usaha.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, dan an-Nasa’I dengan sanad yang
bagus dan kuat.
Yang di maksud
golongan miskin, maka diriwayatkan dari Abi Hurairah bahwasanya Nabi saw
bersabda, “Orang miskin bukanlah orang yang suka berkeliling kepada manusia dan
dapat disuruh pulang setelah diberi satu atau dua suap, sebiji atau dua biji kurma.”
Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, lalu siapakah miskin itu? “Beliau
bersabda, “Orang yang tidak memiliki biaya yang mencukupi kebutuhan dasarnya,
tidak memiliki kecakapan, dan tidak suka meminta-minta apa pun kepada manusia. Maka dia dapat diberi zakat.”
Yang dimaksud amilin ialah
orang yang mengumpulkan dan mengupayakan zakat. Mereka berhak memperoleh bagian
zakat atas upayanya itu. Amilin tidak boleh dari kalangan kerabat Rasul karena
zakat diharamkan atas mereka. Hal ini berdasarkan keterangan dalam shahih
Muslim dari Abdul Muthalib, dari Rabiah bin al-Harits bahwasanya dia dan
al-Fadhal bin Abbas memohon kepada Rasulullah agar dipekerjakan sebagai
pengurus zakat. Maka beliau bersabda, “Sesungguhnya zakat itu tidak dihalalkan
bagi Muhammad dan keluarganya. Zakat itu merupakan daki manusia.
Orang-orang yang dibujuk
hatinya (muallaf) terbagi dalam beberapa kategori. Di antara mereka ada yang
diberi supaya masuk Islam sebagaimana Nabi saw memberi kepada Sofwan bin
Umayyah seperti diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari sofwan bin umayyah, dia
berkata, “Rasulullah memberiku suatu penberian dalam peristiwa Hunain.
Sesungguhnya beliau adalah manusia yang paling aku benci. Beliau senantiasa
memberiku suatu pemberian hingga beliau menjadi manusia yang paling aku
cintai.” Hadits ini pun diriwayatkan oleh Muslim dan Tirmidzi.
Golongan muallaf lainnya
adalah orang yang diberi zakat supaya Islamnya bagus dan hatinya kokoh
sebagaimana Nabi memberikan seratus unta dalam peristiwa Hunain kepada
sekelompok orang yang menjadi teman dan pemuka kaum ‘yang membebaskan diri’.
Beliau bersabda, “sesungguhnya aku memberi seseorang. Dan orang selain dia
lebih aku cintai daripada orang itu Karena aku khawatir Allah akan membenamkan
wajahnya ke neraka Jahannam.” Dalam shahihain diriwayatkan dari Abu Said,
“Sesungguhnya Ali mempersembahkan batangan emas yang masih berselimutkan tanah
yang diperoleh dari Yaman kepada Rasulullah saw. Kemudian beliau membagikannya
kepada empat orang: al-Aqra bin Habis, Uyainah bin Badar, Alqamah bin Alatsah,
dan Zaid al-Khair. Beliau berkomentar, ‘Bukankah aku boleh membujuk hati
mereka?”
Apakah orang yang dibujuk
hatinya terhadap Islam boleh diberi zakat sepeninggal Nabi saw? Mengenai ini
terjadi ikhtilaf. Diriwayatkan oleh Umar, Amir, Sya’bi, dan sekelompok ulama
bahwasanya kaum muallaf itu tidak boleh diberi zakat sepeninggal Nabi saw
karena Allah telah memuliakan Islam dan (pendapat ini lebih kuat, wallahu
a’lam, daripada pendapat yang membolehkan memberi zakat kepada muallaf ketika
Islam dan pemeluknya telah dimuliakan. Jika faktor-faktor yang mengharuskan
pembujukan hati terulang, maka zakat dapat diberikan kepada mualaf).
Sehubungan dengan hamba
sahaya, maka diriwayatkan dari sebagian tabi’in bahwa yang dimaksud ialah hamba
sahaya mukatab. Ibnu Abbas dan ulama lainnya berkata: boleh saja hamba sahaya
yang baru dibebaskan itu diberi zakat. Pemberian zakat karena setelah
dibebaskan adalah lebih umum daripada pemberian kepada mukatab atau kepada
budak yang baru dibeli untuk dibebaskan. Terdapat banyak hadits mengenai pahala
memerdekakan budak dan pemberantasan perbudakan. Hal itu tiada lain karena
pembalasan itu adalah dari perbuatan sejenis. Allah berfirman, “Dan tidaklah
kamu dibalas melainkan menurut apa yang dahulu kamu lakukan.”
Dalam al-Musnad
diriwayatkan dari al-Barra bin Azib, dia berkata, “Seseorang datang lalu
berkata, ‘Wahai Rasulullah, tunjukkanlah aku kepada suatu perbuatan yang dapat
mendekatkanku ke syurga dan menjauhkanku dari neraka!’ Maka beliau bersabda,
‘bebaskanlah raga dan lepaskanlah sahaya.’ Kemudian orang itu bertanya, ‘Wahai
Rasulullah, bukankah kalimat itu menunjukkan suatu perbuatan?’ Beliau menjawab, ‘Tidak. Membebaskan raga
berarti kamu memerdekakannya. Melepaskan sahaya berarti kamu sendiri menentukan
harga pembeliannya.’’’
Yang dimaksud gharimin
terbagi ke dalam beberapa kelompok. Di antara ada orang yang memikul beban
berat, atau menanggung utang yang wajib dibayarkan sehingga melunaskan
hartanya, atau dia bangkrut untuk membayar utangnya, atau dia menghabiskan
harta dalam kemaksiatan kemudian dia bertaubat, maka orang-orang yang demikian
dapat menerima zakat.
Yang menjadi pangkal
persoalan ini ialah hadits Qubaishah bin Nukhariq al-Hilali, dia berkata, “Aku
memikul beban berat. Kemudian aku menemui Rasulullah saw untuk meminta
kepadanya. Beliau bersabda, ‘diamlah sampai kami membawa zakat lalu kami akan
memberimu daripadanya.” Kemudian beliau bersabda, “Hai Qubaishah, sesungguhnya
meminta-minta itu tidak boleh kecuali bagi salah satu dari ketiga orang ini:
orang yang memikul beban berat, maka halal baginya meminta hingga dia
memperoleh kebutuhannya, lalu dia menghetikan perbuatannya; orang yang terkena
musibah besar yang memusnahkan kekayaannya, maka halal baginya meminta sehingga
dia memperoleh penopang penghidupan; dan orang yang terkena kemiskinan hebat
hingga ada tiga orang yang berkelayakan dari kerabat kaumnya yang bangkit lalu
mereka berkata, ‘Sesungguhnya si fulan telah tertimpa kemiskinan hebat’, maka
halal baginya meminta-minta hingga dia memperoleh penopang penghidupan. Jika
ada orang yang meminta-minta selain ketiga orang itu, maka dia memakan
kemurkaan.” (HR Muslim)
Yang dimaksud sabilillah,
di antaranya ialah orang-orang yang berperang sedang mereka tidak memiliki
bagian dari pembagian untuk dewan pimpinan. Menurut Imam Ahmad, al-Hasan, dan
Ishak bahwa orang yang berhaji juga termasuk sabilillah karena ada hadits yang
menerangkan hal itu.
Adapun Ibnu Sabil ialah
orang yang bepergian melintasi berbagai negeri. Dia tidak memiliki bekal dalam
perjalannya. Dia berhak menerima zakat sekedar untuk memenuhi kebutuhannya
hingga sampai di negerinya, walaupun dia memiliki harta. Hukum ini berlaku pula
terhadap orang yang merencanakan perjalanan dari negerinya sedang dia tidak
memiliki bekal, maka dia berhak diberi dari harta zakat untuk memenuhi biaya
pergi dan pulangnya.
Dalil atas ketentuan
tersebut adalah ayat di atas dan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud
dan Ibnu Majah dari Abi Said r.a, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Zakat
tidak dihalalkan bagi orang kaya kecuali bagi lima golongan: orang yang
mengurus zakat, orang yang membelinya dengan hartanya, orang yang berhutang,
orang yang berperang di jalan Allah, atau orang miskin yang menerima zakat
kemudian sebagiannya diberikan kepada orang kaya.”
Firman Allah Ta’ala,
“Sebagai suatu kewajiban dari Allah.” Yakni, sebagai hukum yang telah
ditetapkan dengan penetapan, penentuan, dan pembagian dari Allah. “Dan Allah
Maha Mengetahui” terhadap lahiriyah dan batiniah berbagai persoalan serta
terhadap kemaslahatan hamba-hamba-Nya. Lagi Maha bijaksana dalam apa yang
difirmankan, dikerjakan, disyariatkan, dan ditetapkan oleh Allah yang tiada
Tuhan melainkan Dia dan tiada Rabb selain Dia.
B.
Pengertian Zakat
Zakat adalah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan
oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak
menerimanya (fakir miskin dan sebagainya) menurut ketentuan yang telah
ditetapkan oleh syariah. Zakat merupakan rukun ketiga dari Rukun Islam.
Secara harfiah zakat berarti "tumbuh",
"berkembang", "menyucikan", atau "membersihkan".
Sedangkan secara terminologi,
zakat merujuk pada aktivitas memberikan sebagian kekayaan dalam jumlah dan
perhitungan tertentu untuk orang-orang tertentu sebagaimana ditentukan.
C.
Jenis Zakat
Zakat terbagi atas dua jenis yakni:
1.
Zakat fitrah
Zakat yang wajib dikeluarkan muslim
menjelang Idul Fitri
pada bulan Ramadan.
Besar zakat ini setara dengan 3,5 liter (2,5 kilogram) makanan pokok yang ada
di daerah bersangkutan.
2.
Zakat maal (harta)
Mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan,
hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak. Masing-masing jenis
memiliki perhitungannya sendiri-sendiri.
D.
Penerima Zakat
Berdasarkan surat
at-taubah ayat 60, yang
berhak menerima zakat ialah:
1.
Orang
fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga
untuk memenuhi penghidupannya.
2.
Orang
miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan.
3.
Pengurus zakat: orang yang
diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat.
4.
Muallaf: orang kafir yang
ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih
lemah.
5.
Memerdekakan
budak: mencakup juga untuk melepaskan Muslim yang ditawan oleh orang-orang
kafir.
6.
Orang
berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan
tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara
persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu
membayarnya.
7.
Pada
jalan Allah (sabilillah): Yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum
muslimin. di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu
mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah
sakit dan lain-lain.
8.
Orang
yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam
perjalanannya.
E.
Manfaat Zakat
Zakat merupakan instrumen keuangan Islam dalam bidang
fiscal yang memiliki banyak manfaat dan dapat ditinjau dari berbagai segi,
diantaranya adalah:
1.
Faedah
Diniyah (segi agama)
a.
Dengan berzakat berarti
telah menjalankan salah satu dari Rukun Islam
yang mengantarkan seorang hamba kepada kebahagiaan dan keselamatan dunia dan
akhirat.
b.
Merupakan sarana bagi
hamba untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Rabb-nya, akan menambah keimanan
karena keberadaannya yang memuat beberapa macam ketaatan.
c.
Pembayar zakat akan
mendapatkan pahala besar yang berlipat ganda
d. Zakat
merupakan sarana penghapus dosa
2.
Faedah
Khuluqiyah (Segi Akhlak)
a.
Menanamkan sifat
kemuliaan, rasa toleran dan kelapangan dada kepada pribadi pembayar zakat.
b.
Pembayar zakat biasanya
identik dengan sifat rahmah (belas kasih) dan lembut kepada saudaranya yang
tidak punya.
c.
Merupakan realita bahwa
menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat baik berupa harta maupun raga bagi kaum
Muslimin akan melapangkan dada dan meluaskan jiwa. Sebab sudah pasti ia akan
menjadi orang yang dicintai dan dihormati sesuai tingkat pengorbanannya.
d.
Di dalam zakat terdapat
penyucian terhadap akhlak.
3.
Faedah
Ijtimaiyyah (Segi Sosial Kemasyarakatan)
a.
Zakat merupakan sarana
untuk membantu dalam memenuhi hajat hidup para fakir miskin yang merupakan
kelompok mayoritas sebagian besar negara di dunia.
b.
Memberikan dukungan
kekuatan bagi kaum Muslimin dan mengangkat eksistensi mereka. Ini bisa dilihat
dalam kelompok penerima zakat, salah satunya adalah mujahidin fi sabilillah.
c.
Zakat bisa mengurangi
kecemburuan sosial, dendam dan rasa dongkol yang ada dalam dada fakir miskin.
d.
Zakat akan memacu
pertumbuhan ekonomi pelakunya dan yang jelas berkahnya akan melimpah.
e.
Membayar zakat berarti
memperluas peredaran harta benda atau uang, karena ketika harta dibelanjakan
maka perputarannya akan meluas dan lebih banyak pihak yang mengambil manfaat.
Dari berbagai tinjauan diatas, disimpulkan bahwa manfaat
zakat adalah sebagai berikut:
1.
Zakat sebagai alat
pensucian harta dan jiwa
2.
Zakat memiliki visi dalam
pengentasan kemiskinan
3.
Zakat mendorong
pertumbuhan tingkat perekonomian
4.
Zakat menjamin berputar
pada tingkat minimum
PENUTUP
Dari penjelasan yang telah diuraikan di atas dapat di
tarik kesimpulan bahwa di dalam Al-qur’an telah menjelaskan segala aspek
kehidupan manusia, baik hablum minallah (hubungan dengan Allah) maupun hablum
minan nas (hubungan dengan manusia). Suatu kewajiban bagi hamba Allah
untuk bisa seimbang antara dunia dan
akhirat, bisa menjalankan kehidupan di dunia yang tujuan utama untuk beribadah
kepada Allah dengan tidak melupakan keberkahan di dunia.
Di dalam Al-qur’an pun telah di jelaskan bahwa hanya
milik Allah lah segala yang ada di dunia begitupun pada harta yang kita miliki,
manusia hanyalah sebagai pengelola. Tujuan dalam memiliki harta pun tidak lain
yang utama adalah untuk menambah ketakwaan kepada-Nya, dan dalam aspek sosial
agar mendistribusikan kekayaan yang di miliki karna dalam harta kita ada bagian
milik orang lain yang membutuhkan, agar harta itu tidak beredar pada
orang-orang kaya saja. Zakat sebagai pendistribusian yang paling utama dalam
Islam dan merupakan salah satu dari rukun Islam yang wajib di laksanakan. Zakat
ini ditujukan agar dapat membersihkan dan menyucikan harta yang kita miliki dan
salah satu solusi dalam pengentasan kemiskinan.
Allah tidak pernah membuat hukum yang memberatkan dan
merugikan bagi hamba-Nya, dan sepatutnya kita melaksanakan apa yang telah di
perintahkan dan lebih mendalami kitab-Nya (Al-qur’an) agar dapat melaksanakan
perintah-Nya secara maksimal.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Suhendi, hendi. 2010. “Fiqh
Muamalah”. Jakarta: Rajawali Press
·
pas banget gan,.. pas lagi cari makalah ini,. buat temen2 yang mau, silahkan download Makalah Harta dan Kekayaan Menurut Al-Quran
BalasHapusAgen Slot Terpercaya
BalasHapusAgen Casino Terpercaya
Agen Situs Terpercaya
Agen bola Terpercaya
Judi Sakong Terpercaya
https://bit.ly/2ENk1VF
Agen Casino Terbaik
BalasHapusAgen Slot Terbaik
Agen Situs Terbaik
Situs Agen Judi Online
https://bit.ly/2ENk1VF
Yuk Gabung Bersama Kami Sekarang Dan Nikmati Berbagai Macam Bonus Menarik Lain Nya Seperti:
*Bonus New Member 120%
* Bonus New Member 20% Khusus Poker
* Bonus Referral
*Bonus Rollingan Casino Hingga 0.8%
*Bonus 5% setiap hari
Info Lebih Lanjut Bisa Hub kami Di :
WA : 081358840484
BBM : 88CSNMANTAP
Facebook : 88Csn